Rabu, 24 Juni 2009

Ruang untuk Sepeda

http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=8790
Tulisan Rahardi Ramelan

Jakarta sebagai ibukota negara menjadi sumber dan pusat berbagai kegiatan, baik ekonomi, politik, entertainment, maupun olahraga. Bundaran Hotel Indonesia (HI) dengan Tugu Selamat Datang sudah menjadi ikon Kota Jakarta sejak 1960-an. Menjelang Asian Games 1962, di samping HI dan Gelora Bung Karno, juga diluncurkan stasiun televisi dan pembangunan Velodrom di Rawamangun. Velodrom adalah tempat latihan dan balap sepeda. Tetapi, nasib perkembangan olahraga sepeda sama dengan olahraga lainnya. Hanya dengan memiliki fasilitas stadion, tidak menjadi jaminan bahwa olahraga akan maju. Itulah kenyataan yang dihadapi bangsa ini.

Akhir-akhir ini, olahraga bersepeda diminati banyak penduduk Jakarta dan telah menjadi fashion. Politisi, selebriti, pengusaha, pengurus partai politik, dan lain-lainnya memanfaatkan olahraga bersepeda sebagai cara menunjukkan kedekatannya dengan rakyat. Bundaran HI, Monas, dan Gelora Bung Karno, selain tempat yang paling strategis untuk mengadakan demonstrasi, juga menjadi tempat strategis dalam acara bersepeda. Kelompok-kelompok bersepeda pun bermunculan, seperti Bike to Work, Bike to School, dan Kelompok Sepeda Ontel. Kegemaran bersepeda ini ditunjang oleh perkembangan teknologi dan industri sepeda. Beberapa merek lokal telah berkembang pesat, walupun harus bersaing dengan produk dari Tiongkok dan Taiwan. Sepeda jadul, sepeda ontel, mulai mendapat tempat kembali, mirip peran mobil antik atau vintage.

Sepeda dapat terjangkau oleh semua lapisan, karena harganya sangat bervariasi, dari ratusan ribu sampai puluhan juta rupiah. Berbagai bentuk dan model sepeda berkembang. Bagi rakyat biasa sepeda masih menjadi alat angkut vital untuk menunjang ekonomi mereka, seperti penjual roti, bakso, tukang jahit, dan ojek sepeda. Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta pernah mempunyai rencana membuat jalur khusus sepeda. Car free day telah dilaksanakan di ruas-ruas jalan tertentu setiap hari Minggu, mulai pukul 06.00 sampai 09.00. Hanya sayangnya, kebebasan bersepeda pada hari itu masih dihantui oleh perilaku pengendara sepeda motor dan mobil, yang tidak mempunyai tenggang rasa. Apakah jalur khusus untuk sepeda akan menjadi solusi?

Kenyataan lainnya yang dihadapi pengendara sepeda, tidak tersedianya tempat penempatan sepeda, baik dekat warung, rumah makan, maupun kafe. Demikian juga di pusat belanja tidak ada fasilitas untuk penempatan sepeda. Penulis pernah dipaksa oleh satpam untuk memindahkan sepeda yang ditempatkan di depan kafe yang menghadap ke jalan di sebuah mal di sekitar Semanggi. Akhirnya hanya diizinkan untuk menempatkan sepeda di tempat penitipan sepeda motor, yang tidak dapat terlihat.


Kantor Publik

Pemda harus tegas meminta pengelola mal, pusat belanja, kafe, restoran, sekolah, kampus, kantor wali kota, kecamatan, dan kelurahan untuk menyediakan fasilitas penempatan sepeda. Semua kantor yang melayani publik, seperti kepolisian, kantor pos, dan kantor pajak, juga harus menyediakan tempat penyimpanan sepeda.

Akan lebih rasional kalau pengembangan jalur sepeda dimulai di daerah permukiman. Mulailah dengan Menteng, Jakarta Pusat, di sekitar rumah dinas gubernur dan rumah dinas wakil presiden, atau di lingkungan tempat tinggal resmi menteri dan anggota DPR. Lingkungan permukiman elite, seperti Kebayoran Baru, Pondok Indah, Kelapa Gading, dan Pluit, harus menjadi contoh. Gubernur dan wali kota harus secara proaktif membuat perencanaan dan pengaturannya. Pemerintah daerah harus mengeluarkan peraturan agar para pengembang permukiman yang besar wajib menyediakan jalur sepeda. Jangan hanya menyelenggarakan sepeda santai dalam rangka HUT Kota Jakarta atau menjelang pilgub, pilpres untuk mencari simpati pemilih.

Kelompok bersepeda di Jakarta dan sekitarnya sedang berkembang dengan pesat. Mungkin saat ini dirasakan lebih merupakan trend dan fesyen. Bersepeda juga bukan hanya kebugaran dan berolahraga, melainkan bagian dari program mengurangi polusi udara dan suara. Bersepeda berarti juga mendukung dan bagian dari program Jakarta Hijau. Janganlah yang dimanjakan hanya pengendara kendaraan bermotor. Nasib dan kenyamanan pejalan kaki, gerobak dorong, dan pengendara sepeda, sudah saatnya juga mendapatkan perhatian serius.

Saatnya menata ulang peran jalan raya bagi semua pengguna. Kita tunggu keberanian Gubernur DKI bersama wali kota dalam merealisasikan gagasan meningkatkan budaya bersepeda di Jakarta. Masyarakat sudah lama menunggu.

Selamat HUT ke-482 Kota Jakarta.


Penulis mantan Menperindag

6 komentar:

amaltia gunawan mengatakan...

harusnya pemda kerja sama ama Pond's untuk proyek sepeda. panasnya jakarta bikin item
hehehe

Agam Fatchurrochman mengatakan...

Sekalian kerjasama dg pabrik payung, ndul, supaya bisa sepedaan sambil payungan hahaha

Danang Suryono mengatakan...

hahaha, jadi inget cerita orang berpipi belang sebelah
nglaju dari daerah A ke daerah B, pagi berangkat gowes matahari disebelah kiri (yang kena pipi kiri), pas pulang arah kebalikan matahari pindah kekanan, tapi yang kena tetep pipi kirinya. Makanya jadi belang sebelah kiri.hahaha

amaltia gunawan mengatakan...

itu mbantul mas, tempat saya hehehe

kan bantul itu di selatan kota jogja
kebanyakan pekerja kelas buruh emang datang dari bantul, pergi ke tempat kerja bersepeda
pagi hari ketempat kerja ke arah utara, jadi pipi kanan kena matahari pagi
pulang kerja, bersepedanya ke arah selatan, pipi kanan lagi kena matahari sore

Danang Suryono mengatakan...

hahaha, wis tak samarke, kok ndilalah ketahuan....:)
Dan dahsyatnya iring-iringan lagi...

amaltia gunawan mengatakan...

lah wong lahir ceprot uripe ning mbantul je mas