Minggu, 30 November 2008

As I Lay Dying-An Ocean Between Us, Tennis Indoor Jakarta




Beberapa foto Lo-Res dari konser "As I Lay Dying" An Ocean Between Us.

Jumat, 28 November 2008

Cegatan Plombir

Kalimat ini dulu saat saya masih SD di Solo menjadi momok bagi saya dan teman-teman kala sedang bersepeda.

Plombir (kalo di Padang disebut "Peneng", merupakan sticker jadul yang bisa ditempel di Sepeda setelah direndam dengan air. Mempunyai nomor seri, dikeluarkan oleh Pemda dan dimaksudkan sebagai pajak terhadap kepemilikan sepeda .

Jika ada cegatan plombir (razia), maka kami terpaksa blusukan keluar masuk sawah/kebun untuk menghindarinya.

Di Tokyo yang banyak warganya menggunakan Sepeda sebagai alat transportasi ternyata ada juga plombirnya (lihat foto).



Gak tahu apakah plombir ini sekarang masih ada di Indonesia, meskipun sepeda masih lumayan bersliweran. (Sepeda saya sendiri gak ada plombirnya, kalo masih ada mau juga beli dan pakai).

Kalo Sepeda di kasih plombir, mungkin duit yang terkumpul bisa dipakai oleh Pemda buat bikin jalur khusus Sepeda.....

Selasa, 25 November 2008

Lahap..




Minggu 22 November, jalan-jalan barengan si bontot ke Cempaka Mas, setelah capek muter-muter si menyul berasa laper, mampir ke AW.
Ternyata lahap bener makannya si menyul.

Senin, 24 November 2008

CD EdanE- 170 volts



Album 170 Volts
Tahun 2002
Sony Music Entertainment Indonesia

Tracklist
01-Zep 170 Volts
02-Kau Pikir Kaulah Segalanya? (Kau Maniz Kau Ibliz)
03-Saksi Anarki !
04-Lusadiz
05-Hilang
06-Bus Station
07-Fitnah
08-Lari 11
09-Bintang Masa Depan
10-Goblog
11-Kau Kugenggam
12-Paraelite


Eet Sjahranie : gitar
Trison : vokal
Iwan Xaverius : bass
Fajar Satritama : drum

http://id.wikipedia.org/wiki/EdanE

CD EdanE- Borneo


Album Borneo
Tahun 1996
Aquarius Musikindo

Tracklist
01-Borneo I - Borneo II
02-Semua Begini
03-Free Granny
04-Mimpi
05-Kebebasan
06-Lari
07-Lukisan Dunia
08-Satu

Eet Sjahranie : gitar
Heri Batara : vokal
Iwan Xaverius : bas
Fajar Satritama : drum

http://id.wikipedia.org/wiki/EdanE

Sabtu, 22 November 2008

CD EdanE-Jabrik


Album Jabrik
Tahun 1994
Aquarius Musikindo

Tracklist
01-Wake of The Storm
02-Jungle Beat
03-Jabrik (Big Town)
04-Victim of the Strife
05-Call Me Wild
06-Pancaroba
07-Kharisma
08-Way Down
09-I.X.S
10-Alam Manusia
11-Burn It Down
12-Kurusetra

Eet Sjahranie : gitar
Heri Batara : vokal
Iwan Xaverius : bas
Fajar Satritama : drum

http://id.wikipedia.org/wiki/EdanE

CD EdanE-The Beast


Album The Beast
Tahun 1992
Airo/Aquarius

Tracklist
01-Evolusi
02-Ikuti
03-The Beast
04-Masihkah Ada Senyum
05-Menang Atau Tergilas
06-Life
07-Opus #13 (Ringkik Turangga)
08-Liarkan Rasa
09-You Don'T Have To Tell Me Lies

Formasi:
Eet Syahranie-Guitar
Ecky Lamoh-Vocal
Iwan Xaverius-Bass
Fajar Satriatama-Drum

http://id.wikipedia.org/wiki/EdanE

Jumat, 21 November 2008

The Who Japan Tour 2008, Budokan Hall Tokyo




Beberapa gambar diambil pake HP SE G-900.

Selasa, 18 November 2008

nonton The Who di Budokan


Sesampainya di Tokyo tgl 12 November untuk keperluan seminar, hal yang paling dipikirkan diluar seminar adalah gimana bisa nonton konser di Budokan.
Kenapa karena sejak SMP di akhir 70 an nama Budokan sangat lekat di memori. Dulu jaman kaset bajakan, banyak banget kaset dengan seri live at Budokan seperti MSG, Scorpions, Deep Purple,  Judas Priest dll. Terakhir punya Dream Theater  2DVD/3CD Live at Budokan.
Setelah dapat informasi jadwal konser, ternyata dalam rentang waktu selama di Tokyo, cuman The Who bakal pentas di Budokan Senin 17 November 2008. Siapa the Who?, mungkin banyak yang gak tahu. Saya sendiri meskipun akrab dengan The Rolling Stones, Led Zeppelin, Black Sabbath, Deep Purple, jujur gak tahu banyak tentang Band Claro yg exist sejak 60 an ini. Tahunya cuman dari majalah Vista di tahun 80 an tentang Tommy Rock Opera dan gilanya The Who dipentas ngancurin gitar/panggung.
Cuman beberapa lagu yg saya tahu seperti I Can't Explain, The Seeker, Pinball Wizzard,  My Generation, Won't Get Fooled Again dan tentunya Baba O'Reilly
Karena belum pasti jadwal seminar, gak pesen ticket dulu, Nyobain GoShow aja kayak di Jakarta, toh dalam pikiran saya The Who gak bakal bisa nyedot banyak penonton.
Senin pukul 16.00 waktu Tokyo selesai seminar karena gak ada temen langsung bergegas sendirian menuju Budokan. Berkaos hitam Discus dan berbekal peta sederhana dan postingan mas Bayu segera masuk Stasiun Todoroki menuju Futako Tamagawa, lagi clingak-clinguk nyari track kereta menuju Shibuya, ada dua orang anak muda pake seragam hitam khas rocker dan kaos bertuliskan The Who, langsung ngikutin nylonong masuk gerbong, begitu deket langsung sok akrab nanya ke Budokan. Jawabannya cukup bikin stress, cuman
haik, haik, haik......opo tumon.
Yang penting ngikut pasti gak nyasar ternyata kereta langsung stasion Kudanshita. Bergegas ngikutin anak muda itu, cuman kalo ditanya apakah ticket masih ada jawabnya ya haik lagi, haik lagi. Akhirnya kami pisah dipintu keluar stasiun.
Begitu keluar stasiun langsung terlihat rame, tapi kok yg disana banyakan ibu-ibu dan bapak-bapak?, jangan-jangan salah tempat nih. Tapi begitu berjalan ada lapak menjual aneka pernik The Who, mulai kaos, poster, sticker, pin sampai mousepad jadi yakin lagi.
Segera bergegas ke area Budokan Hall, Clingak-clinguk nyari Ticket Box, Begitu ada antrian langsung ngikut antri. Ternyata itu bukan ticket box, tapi orang antri mau lihat/beli merchandise. Kucluk udah lama ngantri kok salah.

Akirnya seorang gadis belasan tahun, bisa membantu menunjukkan ticket box. Dan setelah antri, ternyata itu cuman buat nukerin voucher sama ticket.
Ternyata saya salah duga, ticket the Who seharga 12.000 yen sudah ludes des des. (Extreme minggu depan dibandrol 8.000 Yen).
Dengan lunglai bersandar di dinding Budokan, namun pepatah dimana ada kemauan disitu ada jalan ternyata benar adanya. Tiba-tiba seorang bertampang Mick Jagger, berkaos The Who, berbaju flanel dengan mulut bau alkohol menawarkan ticket. Sempet ragu-ragu apakah ini Ticket Asli atau gak, soalnya gak ada hologramnya, gak ada bolongan pemdanya, melihat keraguan saya dengan sempoyongan dia bilang
You Promise Me (?), halah......
Untuk meyakinkan saya kemudian dia tunjukin 3 ticket lagi di dompetnya, baru dia cerita kalo dia beli 4 ticket buat nonton barengan temannya, tapi satu temannya gak bisa datang. Saya tanya berapa, dia jawab
up to you,  akhirnya sepakat seharga ticket resmi dan uang akan saya beri di dalam gedung. Setelah temennya yang kayak orang kantoran datang baru terasa lega.
Masuklah kami berempat dengan aman dan sentosa. Tiket cuman dilihat sebentar dan cuman nanya bawa kamera gak?, mungkin yakin aja karena toh sudah ada nomornya, jadi kalo palsu ketahuan.
Menempati tribun atas depan sungguh nyaman. Sempat ngobrol sama orang baik hati yang menawarkan ticket, ternyata seorang bartender yang bercerita bahwa mereka dulunya adalah pemain band.
Dia berikan saya 1 kaleng Asahi beer dan 1 kaleng whisky Suntory (meskipun gak minum alkohol, tapi saya gak enak hati buat nolak, jadi saya simpan di backpack).
Jam 18:45 tempat duduk terisi semua, dibawah gak ada moshpit, tertata kursi dengan apik kayak kondangan (gak tahu kalo konser metal di Budokan kayak gini juga gak suasananya). Dan dipagerin serta dijaga sama staff berseragam jas.
Yang nonton bervariasi, mulai bapak-bapak dan Ibu-ibu ubanan, STW, cowok remaja berkaos hitam, sampai wanita muda kinyis-kinyis bersepatu boot.
Sambil nunggu ada petugas yang mondar-mandir bawa gambar HP dan Kamera dicoret. Sambil nyolong-nyolong sempat ambil beberapa photo pake HP SE G900.
The Who sendiri tampil jam 19.08, tanpa ada band pembuka dan langsung tanpa basa-basi tancep gas, Muncul sambil muter-muter mick Roger Daltrey tampil dengan kemeja putih. Ada 6 orang pemain, yang saya tahu cuman Roger Daltrey sang vokalis dan Pete Townsend sang gitaris jangkung. (Keith Moon dan John Entwistle sudah almarhum)
Sambutan penonton ternyata meriah sekali, dan mereka intens mengikuti The Who yang tampil sepanjang lebih dari 1 jam 45 menit membawakan sekitar 18 lagu. Roger Daltery masih terjaga vocalnya dan Pete Townsend tampil dengan garukan gitar khasnya. Cuman udah gak loncat-loncat lagi.
Konser mengalir dengan lancar dan secara jujur The Who memang mampu menggoyang dan memuaskan penonton.
Yang paling meriah tentu saja saat Baba O'Reilly  muncul di lagu ke 9.
Setelah 2 x encore akhirnya The Who menutup konser dengan hanya menampilkan Roger Daltrey dan Townshend dengan gitar akustik dengan Tea and Theatre.
Keluar venue dengan rasa yang puas sekali. setelah melewati 2 dasawarsa akhirnya mimpi nonton konser di Budokan tercapai juga.

Set List:
  1. I Can't Explain
  2. The Seeker
  3. Anyway Anyhow Anywhere
  4. Fragments
  5. Who are you
  6. Behind Blue Eyes
  7. Relay
  8. Sister Disco
  9. Baba O'Riley
  10. Eminence Front
  11. 5:15
  12. Love Reign O'er Me
  13. Won't Get Fooled Again
  14. My Generation
  15. Cry If You Want to
  16. Naked Eye
Encore:
  1. Tommy (selections)
  2. Tea & Theatre
Formasi
  • Roger Daltrey: Harmonica, Vocals, Guitar
  • Pete Townshend: Vocals, Guitar
  • John Bundrick : Keyboards, Piano
  • Pino Palladino: Bass
  • Zak Starkey: Drums
  • Simon Townshend: Backing Vocal, Guitar

Kamis, 06 November 2008

Screaming Contest

Start:     Nov 9, '08 12:00a
Location:     Indonesian Consumunity EXPO Senayan
Bagi yang minat ikut kontes mbengok-mbengok....
Silahkan daftar Minggu ini
di Booth I-Rock!
Indonesian Consumunity EXPO
Senayan

Photobucket

Head Banging Contest

Start:     Nov 8, '08 2:30p
Location:     Indonesian Consumunity EXPO Senayan
Bagi yang minat ikut kontes ngguk angguk angguk....
Silahkan daftar Sabtu ini
di Booth I-Rock!
Indonesian Consumunity EXPO
Senayan

Photobucket

Rabu, 05 November 2008

Discus Live in Exclusive Concert at Festival Salihara 2008

Start:     Nov 5, '08 8:00p
Location:     Teater Salihara - Pejaten Pasar Minggu

Photobucket

Senin, 03 November 2008

Behemoth Asian Apostasy Tour 2008 Viky Sianipar Music Center, Jakarta




Gedung baru VSMC ini relatif lebih enak soundnya dibanding venue yg selama ini biasa dipakai buat event prognite.

Selama Behemoth tampil atmosfir di moshpit begitu menggelora, dan sampai pagi ini kuping masih terasa berdenging

Beberapa gambar yg diambil pake HP Sony Ericsson G500 dari atas balkon.

Minggu, 02 November 2008

KOMPAS Cetak : "Gala Dinner" bagi Achmad Albar

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/11/02/02070612/gala.dinner.bagi.achmad.albar
Tulisan di Kompas Minggu, 2 November 2008

Jimmy S Harianto

Musik rock memang berhati muda. Dimainkan pemusik tua pun di telinga tetap kedengaran hangat dan bergairah.

Itulah pentas musik God Bless, ”supergrup” Indonesia pada tahun 1980-an ketika memeriahkan pentas ”The Immortals” di Jakarta, Kamis (30/10).

Melihat penampilannya, kesemua pemainnya boleh dikata ”sampun sepuh” (sudah tua). Achmad Albar, sang vokalis utama, sudah berumur 62 tahun.

Ian Antono, sang gitaris? Ia pun sudah 57 tahun. Juga pemegang basnya yang selalu berpenampilan khas ketika membetot bas—seperti memperkuda gitarnya—Donny Fattah Gagola, ia sudah 57 tahun.

Pemegang keyboard ”terbaru” mereka? Abadi Soesman, yang menggantikan andalan lama mereka, Yockie Suryoprayogo, juga sudah berumur 59 tahun.

Satu-satunya yang termuda hanyalah personel baru yang sebenarnya ”tidak baru” di profesinya, penabuh drum Yaya Muktio (menggantikan pemain lama Teddy Sujaya), masih di bawah 50 tahun. Kelahiran tahun 1966.

Tetapi, jangan tanya permainan musiknya. Jika grup-grup musik muda kita saat ini banyak yang suka lagu ”menye-menye” atau ”metal”—melo total, alias sangat mendayu-dayu—maka God Bless malam itu sungguh masih garang total....

Donny yang tampak tua di panggung tiba-tiba berubah menjadi seperti penunggang kuda yang garang. Juga demikian Ian Antono yang menggetarkan sekitar 500 penonton undangan dengan raungan gitarnya.

Bagi Achmad Albar—yang belum lama ini dirundung peristiwa: harus mendekam delapan bulan di penjara karena kasus psikotropika, malam itu sungguh sebuah penampilan yang mengobati lukanya.

Penonton sebagian besar hafal lagu-lagu yang dibawakannya pada malam hari itu. Dari Kehidupan, Menjilat Matahari, Rumah Kita, Huma di Atas Bukit, Anak Adam, sampai lagu-lagu tambahan Syair Kehidupan, Panggung Sandiwara, dan Semut Hitam.

Meski malam itu sebenarnya adalah malam penghormatan bagi ”25 legenda” (The Immortals—yang tak lekang mati) oleh majalah musik Rolling Stone, tetapi tak berlebihan jika malam itu sebenarnya adalah juga malam gala dinner bagi sang vokalis, Achmad Albar, dan kelompok God Bless-nya.

Andalkan kemampuan

Inilah bedanya antara rocker tua dan pemusik masa kini. Jika pemusik masa kini banyak yang bersembunyi di balik kehebatan alat, God Bless benar-benar tampil mengandalkan kemampuan musik ”murni”-nya.

Ketika membuka lagu, dengan Musisi di awal konser, gitaris Ian Antono seolah berdialog dengan pemain bas Donny Gagola melalui petikannya.

Rata-rata setiap lagu mereka ”ramai-ramai” dinyanyikan penonton, seperti pada lagu kedua, Syair Kehidupan. Atau sebuah lagu indah ciptaan Yockie Suryoprayogo, Menjilat Matahari.

Lagu berlirik Inggris, She Passed Away—yang selalu menjadi ”lagu wajib” dalam setiap pentas mereka pada tahun 1970-an, misalnya pentas-pentas mereka di Taman Ismail Marzuki—mendapat pula aplaus hangat penonton, yang merangsek sampai ke bibir panggung.

Dalam sejumlah lagunya, seperti pada lagu melodious, Huma di Atas Bukit (ciptaan tahun 1974-1975), Ian Antono menjentingkan nada di atas gitar akustik. Juga dalam She Passed Away.

Ketika mereka sudah mengatakan usai pun, publik belum mau beranjak. Sampai tiga encore dimainkan, Jalan Kehidupan, Panggung Sandiwara, dan Semut Hitam.

Koes Bersaudara

Melalui serangkaian seleksi yang dilakukan sekitar 23 juri terpilih dari kalangan jurnalis, pemusik, dan kalangan produksi musik, dihasilkan ”25 pemusik legendaris”, yang tentu saja tak mencakup semua legenda yang ada.

Sekitar 180 nama, menurut sumber Rolling Stone, masuk dalam daftar. Akan tetapi, harus dipilih 25 dengan kriteria, bahwa sosok tersebut adalah musisi yang paling berperan membentuk musik populer Indonesia seperti yang dikenal sekarang ini.

Koes Plus menjadi pemusik legendaris nomor satu. Selain dinilai sangat produktif, lebih kurang 1.000 lagu dalam 63 album, juga pemusik Koes bersaudara ini bertahan dalam rentang waktu yang lama.

Yon Koeswoyo (68)—salah satu dari dinasti musik Koeswoyo—kini bahkan masih aktif bermusik dan berpentas meski dengan anggota-anggota muda sekalipun di bawah nama Koes Plus Pembaruan....

”Saya masih segar lho,” ujar Yon Koeswoyo ketika menerima penghargaan ”The Immortals”. Selain masih melakukan rekaman, Yon Koeswoyo kini menjadi satu-satunya anggota Koes Plus tersisa yang masih aktif bermusik.

Mereka lainnya yang mendapat penghargaan ”legenda” adalah: Iwan Fals, almarhum Chrisye, Benyamin Suaeb, almarhum Ismail Marzuki, grup musik Slank, Guruh Soekarnoputra, grup God Bless, Titiek Puspa (satu-satunya perempuan), Bimbo, Bing Slamet, Rhoma Irama, Fariz RM, almarhum Gombloh, Ebiet G Ade, Gesang, almarhum Harry Roesli, almarhum Jack Lesmana, Achmad Albar, grup The Rollies, Eros Djarot, Yockie Suryoprayogo, Dewa19, Ahmad Dhani, dan musisi jazz Indra Lesmana.

”Memang, ada yang bertanya, mengapa musisi, seperti A Riyanto atau almarhum Sam Saimun, tak masuk dalam 25 (orang terpilih) kali ini, itulah namanya pilihan. Mungkin di pemilihan berikut, mereka akan masuk,” ujar pucuk pimpinan Rolling Stone, Andy F Noya.

Lain kepala, lain pula rambutnya. Lain orang, lain pula pendapat dan pilihannya. Jika diurut dan dipilih-pilih, mungkin akan menghasilkan 100, bahkan 200 pemusik legendaris Indonesia yang abadi di sanubari pendengarnya. Itulah namanya pilihan. (Dahono Fitrianto/Budi Suwarna)

Sabtu, 01 November 2008

MICHAEL FRANKS WORLD TOUR 2008

Start:     Dec 10, '08 7:00p
Location:     The Ritz Carlton- Pacific Place
Photobucket

ORIGINAL PRODUCTION kembali menyelenggarakan pertunjukkan konser dari Penyanyi Jazz Legendaris Dunia "Michael Franks" yang akan menyapa penggemarnya di Jakarta

Platinum = Rp.2.000.000,-*
Gold = Rp 1.000.000,-
Silver = Rp 500.000,-

* Include Cocktail & Seat Number

Promoter ORIGINAL PRODUCTION

Art of Tea

Rating:★★★★★
Category:Music
Genre: Jazz
Artist:Michael Franks
Michael Franks adalah seorang musisi dengan vocal yang unik diranah musik pop/jazzy. Suara yg seolah males-malesan ini sangat memikat saya yg lagi jenuh mendengar musik hardrock di tahun 80 an.
Saya sendiri kenal MF dari kaset kompilasi C-90 terbitan Aquarius dan terpikat dengan lagu macam Monkey See Monkey Do, Antonio Song, eggplant dll.
Pengenalan itu berlanjut dengan mencari kaset bajakan di jaman 80 an.

Saat pendulum selera bermusik saya saat ini kembali ke musik rock, Michael Franks dan Chick Corea merupakan 2 artis yang masih saya koleksi CD nya.

CD Michael Franks Art of Tea merupakan album tahun 1976 yang saya dapat ditahun 1995 di Blok M. Meskipun CD ini miskin info di sleevenya, namun isi CD ini benar-benar sensual dan membuai, paduan vocal unik Franks dikombinasi sentuhan Keyboards Joe Sample, gitar ngerock Larry Carlton. Terdiri dari 9 track dengan art cover hitam putih karya Ed Thrasher, bergambar MF sedang bersila
Album ini diperkuat musisi: drummer John Guerin,bassist Wilton Felder, Keyboards Joe Sample, seksi tiup oleh Michael Brecker dan David Sanborn. Gitar diisi oleh Larry Carlton dan Michael Franks sendiri

Track di album ini
01 Nightmoves
02 Eggplant
03 Monkey See-Monkey Do
04 St. Elmo's Fire
05 I Don't Know Why I'm So Happy I'm Sad
06 Jive
07 Popsicle Toes
08 Sometimes I'm just Forget to Smile
09 Mr. Blue

track terfavorit saya di album ini Eggplant