Minggu, 31 Mei 2009

Bersepeda "Membelah" Jakarta

http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/05/30/05245594/bersepeda.membelah.jakarta
Bersepeda "Membelah" Jakarta
Oleh ADI PRINANTYO

KOMPAS.com - Lima tahun silam, Toto Sugito (45) praktis sendirian bersepeda sejauh 33,4 kilometer dari rumahnya di Cibubur ke kantornya di Tebet. Tetapi, kini, ia punya sekitar 11.000 ”teman seperjuangan”.

Toto, yang kini memimpin Komunitas Pekerja Bersepeda (Bike to Work Community— B2W) dengan 11.000 anggota, harus rela menerima cibiran dan ”dentuman” perta - nyaan dari lingkungan terdekat saat pertama kali hendak bersepeda ke kantor.

”Istri saya pada awalnya tidak setuju saya ber-B2W karena, selain bahaya lalu lintas yang semrawut, kebetulan dia—yang mempelajari ilmu kesehatan masyarakat —tahu benar bahaya polusi udara bagi kesehatan,” ujar Toto awal pekan ini.

Direktur PT Anggara Architeam, sebuah perusahaan konsultan arsitektur di Tebet Barat, ini tak sekadar bersepeda dari rumah ke kantor, tetapi ke mana pun aktivitasnya setelah berada di kantor. Jika ada rapat siang hari di kawasan Jalan Merdeka Selatan, maka rute Tebet- Merdeka Selatan juga ditempuh dengan sepeda.

Motivasinya? Yang pasti, bersepeda membuatnya terbebas dari stres akibat kemacetan yang setiap saat dan di mana pun bisa terjadi di Jakarta. ”Manfaat lainnya jadi lebih hemat, karena tidak perlu mengeluarkan dana bahan bakar kendaraan. Selain itu, dari sisi lingkungan, kita berperan aktif mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor yang memperparah polusi udara,” kata Toto.

Meski sejak 2005 ia pindah domisili ke Tebet Utara sehingga jarak ke kantornya hanya 2 kilometer, ia tetap konsisten bersepeda minimal 18 kilometer per hari, sepanjang ia bisa.

”Seperti saya bilang, bersepeda bukan hanya dari rumah ke kantor, tetapi selama jarak itu bisa saya tempuh dengan sepeda, saya akan pakai sepeda. Begitu pula soal frekuensi. Kalau bisa ber-B2W tiga hari sepekan, ya saya lakukan. Kalau bisa lebih sering dari itu, kenapa tidak,” tutur Ketua Umum Bike to Work Indonesia itu.

Segala lapisan

”Demam” bersepeda, sebagai bagian dari upaya mengatasi kemacetan, ingin lebih sehat, dan ingin ikut serta mengurangi polusi, pada akhirnya lekas menjalar ke berbagai kalangan. Menurut Ketua Bike to Work Indonesia Ozy F Sjarindra, anggota B2W Indonesia sudah mencapai 11.000 orang, tersebar di seluruh Indonesia. Angka itu merefleksikan pertumbuhan anggota yang pesat karena, pada 2004, anggotanya baru sebatas 150 orang.

Anggotanya sangat beragam, mulai dari office boy sampai kalangan pemilik atau direktur perusahaan besar. Mayoritas anggota berusia 25-40 tahun dan tinggal di beberapa wilayah mulai dari Depok, Tangerang, hingga Bekasi, dan kebanyakan berkantor di pusat Kota Jakarta. Dari kalangan tokoh masyarakat, ada pula beberapa pencandu kegiatan bersepeda, seperti aktor Mathias Muchus, Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal, dan tokoh olahraga otomotif Soebronto Laras.

Makin banyaknya warga Jabodetabek yang naik sepeda juga sedikit banyak didongkrak oleh makin maraknya kegiatan sepeda gembira atau fun bike. Kegiatan fun bike dalam rangka ulang tahun ke-10 harian Warta Kota belum lama ini, misalnya, diikuti 2.500 peserta, setelah panitia menolak ratusan peserta lain yang terlambat mendaftar.

Geliat B2W di beberapa kota luar Jakarta juga sudah berhasil mengupayakan fasilitas bersepeda, seperti di Bandung, yang sukses mempersuasi pemerintah kota untuk membuat lajur khusus sepeda. Ini beda jauh dengan Jakarta, yang belum tentu lima tahun ke depan, atau di era gubernur siapa, bisa punya lajur khusus sepeda.

Ozy menuturkan, keanggotaan B2W tidak eksklusif karena bisa diibaratkan kastanya hanya di ”dengkul”. ”Sepanjang dia mengayuh sepeda untuk menjalankan aktivitas keseharian dengan sepeda, dia anggota B2W. Keanggotaan kami cair sekali karena tidak ada alasan untuk mempersulit penambahan anggota. Makin banyak anggota, artinya Indonesia makin sehat. Kan, sederhananya demikian,” ujar Ozy, Direktur PT Astra International, yang kerap bersepeda dari rumahnya di Bintaro ke kantornya di kawasan Sudirman.

Ia merasakan, setelah sering bersepeda ke kantor, badannya terasa lebih sehat. ”Harus diakui, sebelum aktif bersepeda empat tahun lalu, sedikit-sedikit saya sakit, sedikit-sedikit meriang. Apalagi kalau kena debu,” tutur eksekutif Ibu Kota yang sudah punya hobi bersepeda sejak kuliah S-2 di Amerika Serikat itu. Namun, setelah giat bersepeda, ia kini jarang sakit.

Satu lagi yang menarik, B2W juga bukan monopoli kaum adam. Penggiat sepeda kalangan perempuan juga sudah mulai unjuk gigi. Salah satunya Ita Yulita, Direktur PT Alita Praya Mitra, perusahaan di bidang telekomunikasi dan berkantor di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan. Ita tak hanya giat berkampanye naik sepeda untuk dirinya, tetapi juga untuk sekitar 200 karyawannya.

Sebagai bagian dari kampanyenya di perusahaan, Ita memberikan fasilitas sepeda gratis kepada semua karyawan. Sepeda itu wajib digunakan untuk pergi ke kantor setiap hari Rabu, yang sejak Oktober 2008 ditetapkan sebagai hari bebas kendaraan bermotor di Alita Praya. Perusahaan itu juga menambah fasilitas shower untuk mandi setelah bersepeda, loker, juga mendirikan bengkel khusus sepeda di kantor.

”Awalnya, banyak karyawan yang ngos-ngosan waktu naik sepeda ke kantor, terutama yang perempuan. Maklum, rumahnya kebanyakan di Cibubur, Depok, dan Bekasi. Tetapi lama-kelamaan mereka bisa menikmati juga,” kata Ita, Jumat (29/5).

Saking ”gila”-nya dengan sepeda, Ita tidak mau karyawannya menyia-nyiakan sepeda gratis itu. Ia akan mengomplain karyawan yang tidak bersepeda pada hari Rabu tanpa alasan yang bisa diterima.

Toto, Ozy, Ita, dan ribuan warga Jabodetabek sudah sekian lama membuktikan, ”membe - lah” Jakarta dengan sepeda banyak faedahnya. Dengan penuh kesabaran mereka melakukan itu meski sering mendapatkan perlakuan yang tidak selayaknya dari pengguna mobil atau sepeda motor. Tetapi, mereka yakin, kesabaran akan menuai buah masa depan: bersepeda makin menjadi gaya hidup.

Sabtu, 16 Mei 2009

Menangkal candu facebook


http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=145&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=B30&cdate=17-MAY-2009&inw_id=673603
Tulisan Noerma Komalasari dari Bisnis Indonesia
gambar dari http://b1ttersweet.files.wordpress.com/2009/04/facebook_sucked_in.jpg

Dinamika

Menangkal candu facebook

Kehadiran situs jejaring facebook bisa menjadi berkah sekaligus beban bagi sebagian orang. Facebook bisa mempertemukan banyak orang. Namun, ini juga bisa menjadi candu yang merusak konsentrasi anak.

Situs ciptaan Mark Zuckerberg ini menjadi amat menarik karena keunggulannya menjaring ribuan anggota yang bisa saling berinteraksi di dunia maya, membuat orang betah berlama-lama berinteraksi di dalamnya.

Bagi mereka yang sudah dewasa dan bisa mengendalikan diri, berinteraksi di facebook sah saja. Namun, bagaimana jadinya jika anak Anda ikut terjangkit candu facebook?

Tidak bisa dipungkiri terpaan media online sudah bukan barang haram bagi anak-anak. Meski membatasi persyaratan anggotanya hanya untuk orang dewasa di atas usia 18 tahun, tidak sedikit anak-anak yang ikut-ikutan tren bermain facebook.

Salah satu di antaranya adalah Kevin Aeldry. Remaja yang baru berusia 14 tahun ini kini mencandu facebook dengan fasilitas akses yang sudah ditanam di telepon selulernya.

Siang hari sepulang sekolah dia langsung membuka akun yang dimiliki. Konsentrasinya tidak terbagi lagi. Dia asyik benar memperhatikan status dan berita terbaru yang disiarkan teman-temannya.

Perhatian Kevin kini hanya tertuju kepada telepon seluler. Makin lama ini membuat ibundanya jengkel. Ella Haryanto, sang ibu, gemas melihat tingkah anaknya yang tidak fokus saat diajak bicara.

"Konsentrasinya buyar kalau saya ajak ngomong jawabnya lama. Bukan hanya itu, kalau saya minta tolong sesuatu dia enggan karena lengket sama facebooknya."

Kendati belum masuk tahap mengkhawatirkan kehadiran situs jejaring itu cukup merepotkan Ella sebagai orang tua. Padahal saban hari Media Relation Manager PT Panorama Sentra Wisata Tbk ini sudah cukup dipusingkan dengan tetek-bengek urusan kantor.

Kurang pintarnya anak dan remaja membagi waktu karena facebook dan aktivitas di dunia maya lain amat disayangkan. Pengawasan pun pada akhirnya diperlukan agar sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.

Menurut psikolog dari lembaga Propotenzia, Lina E. Muksin, hal pertama yang harus dipahami para orang tua adalah penjiwaan terhadap masalah yang dihadapi. Mereka dituntut tidak gagap teknologi dan ikut bergabung ke dalam facebook.

Ikut aktif

Lewat akun tersebut pada akhirnya mereka dapat masuk dalam kelompok yang dibuat si anak. Dengan catatan, sebelum melakukan hal itu, hendaknya digiatkan terlebih dahulu komunikasi cair yang intensif. Tujuannya agar si anak tidak merasa terancam oleh kehadiran orangtuanya di komunitas facebook yang sama.

Menjadi bagian dari apa yang dikerjakan anak membuat para orangtua dapat mengetahui kegiatan, hal yang sedang dipikirkan dan dirasakan anak. Selain itu mereka cenderung akan lebih mudah mengawasi dan mengontrol anak.

Karena itu, Lina menuturkan orangtua atau pengasuh harus pintar-pintar memilih cara berkomunikasi. Kesalahan di dalam berkomunikasi akan menyebabkan gagalnya pendekatan dengan anak.

"Lebih baik memakai bahasa remaja juga bilang saja mau ikutan juga ke dalam komunitas facebook anak. Dengan menjadi temannya di dalam situs itu, orangtua menjadi tahu misalnya mereka sedang mengalami masalah apa."

Hal kedua yang harus dilakukan adalah memberikan tanggung jawab kepada anak untuk mengatur waktu pribadi. Dengan demikian anak akan piawai menentukan prioritas hal yang harus dikerjakan.

Bentuk beberapa kesepakatan bersama melalui komunikasi yang baik. Kesepakatan tersebut juga dapat ditindaklanjuti dengan pemberian penghargaan dan hukuman, sehingga anak tahu konsekuensi atas apa yang telah dilakukan.

"Jangan sampai facebook berlebihan dan mengganggu aktivitas lain. Tunjukkan juga ke mereka bahwa rahasia tidak boleh diumbar di situs jejaring dan banyak situs yang tidak dapat dipercaya," ujar Lina.

Menyadari bahwa pengawasan dan pembatasan akses ke internet merupakan suatu hal yang diperlukan, Ella kini mengetatkan langkah. Dia mulai menahan telepon seluler anak selama bersekolah dan saat belajar pada malam hari.

Kevin pun hanya dapat menggunakan telepon selularnya pukul 13.00 WIB hingga 18.00 menjelang waktu belajar tiba. Apabila melanggar, Ella tidak segan untuk menarik telepon seluler atau memberikan hukuman yang lebih berat.

Lina mendukung apabila orang tua memberlakukan diet media kepada anak yang mengalami kesulitan membagi waktu dan konsentrasi karena media. Mereka hanya diperbolehkan memakai media total selama 2 jam setiap harinya.

Inilah repotnya menjadi orangtua. Namun, tidak ada salahnya bersaing dengan anak sebelum dia lebih jatuh cinta kepada facebook dibandingkan dengan ayah-ibunya. (noerma.sari@bisnis.co.id)

Noerma Komalasari
Bisnis Indonesia

Senin, 11 Mei 2009

"Metal Attack"

Start:     May 28, '09 8:00p
Location:     Mario’s Place Cikini
Photobucket

"Weekend Metal Battle"

Start:     May 23, '09 1:00p
Location:     MARIO's PLACE
weekend metal battle

Minggu, 10 Mei 2009

Endah N Rhesa-Konser Indonesia Hebat, Rolling Stone Venue Jakarta 2 Mei 2009




Saya baru mendengar duo ini setelah mendapatkan bonus CD saat subscribe majalah Rolling Stone Indonesia, dan belum pernah melihat penampilan mereka di panggung.
Pada tanggal 2 Mei 2009, pada kesempatan Konser Indonesia Hebat KJP dua sejoli Endah N Rhesa menjadi bintang tamu bersama KLa returns.
Ternyata penampilan mereka jauh lebih mantab dibandingkan dengan yang terdengar di CD.
Dibalik kesederhanaan (hanya bass dan gitar akustik) Banyak kejutan-kejutan yang bikin penonton terkagum-kagum. Dua sejoli ini tampil memikat gitar akustik Endah menjadi alat musik yang dieksplorasi secara indah berkolaborasi dengan dentuman bass Rhesa.

Endah juga sangat komunikatif membangun jembatan emosi dengan penonton, dengan semacam pengantar yang segar setiap memulai suatu lagu.

Setlist (kalo gak salah):
- I Don't Remember
- Uncle Jim
- When You Love someone
- Baby It's You
- Living With Pirates

Jumat, 08 Mei 2009

GodBless-Rolling Stone Venue, Jakarta 07 Mei 2009




GodBless menjadi pemuncak acara 4th majalah Rolling Stone Indonesia.
Tampil setelah Edane, C.U.T.S, Alexa dan The Changcuters GodBless yang tampil dengan formasi:'
Achmad Albar-Vocal
Ian Antono-Guitar
Donny Fatah-Bass
Abadi Soesman-Keyobard
Yaya Moektio-drums,
tampil menawan membawakan sekitar lagu dengan setlist:
- Huma Diatas Bukit/She Passed away
- Musisi
- Anak Adam
- Kehidupan
- Rumah Kita
- menjilat Matahari
- Srigala Jalanan
- N.A.T.O
- Rock and Roll
- Semut Hitam
Pada lagu Serigala Jalanan, muncul Eet Syahranie sebagai bintang tamu.

Malam itu show ditutup dengan Semut Hitam dengan Abdee Slank dan Ridho Slank sebagai bintang tamu.

Selasa, 05 Mei 2009

KOMPAS Cetak : Daisuke Mewujudkan Impiannya


http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/05/02/03304631/daisuke.mewujudkan.impiannya
Daisuke Mewujudkan Impiannya
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Sabtu, 2 Mei 2009 | 03:30 WIB



Jika pada hari-hari ini Anda melintas di jalan-jalan di Pulau Jawa, ada kemungkinan Anda bertemu dengan seorang warga negara Jepang yang mengendarai sepeda. Jangan ragu untuk menyapa dia karena Daisuke pasti senang berkenalan dan memperoleh dukungan Anda.

Sosok Daisuke Nakanishi, begitu nama lengkapnya, tak sulit dikenali. Tubuhnya langsing dan liat dengan warna kulit lebih gelap dibandingkan umumnya orang Asia Timur. Topi tak pernah lepas dari kepala, melindungi wajahnya yang mulai dimakan usia dari terpaan sinar matahari. Namun, ciri paling jelas untuk mengenalinya adalah setengah lusin tas yang bertumpuk dan terikat bergelantungan di sepedanya.

Berbekal sepeda itu, Daisuke mewujudkan impiannya mengelilingi dunia. Sejak meninggalkan Osaka, 23 Juli 1998, Daisuke mengayuh sepedanya melewati pegunungan bersalju dan gurun tandus, melintasi batas negara dan benua. Tak hanya sekali, sarjana ekonomi lulusan Universitas Osaka ini telah dua kali mengelilingi bumi.

Indonesia adalah negara ke-125 yang disinggahi Daisuke. Saat mendarat di Jakarta, Jumat (24/4), setelah menempuh perjalanan laut selama 27 jam dari Batam, alat pengukur jarak di sepedanya menunjukkan angka 144.165 kilometer.

Sejauh itu pula dia mengayuh sepedanya selama hampir 11 tahun. Selama itu, hanya tiga kali Daisuke pulang ke Jepang. ”Ketiganya karena berurusan dengan bank,” ujarnya.

Buat sebagian orang, yang dilakukan Daisuke adalah ulah orang kurang kerjaan yang mencari sensasi. Tetapi, Daisuke punya alasan sendiri menjalani pilihan hidup yang tidak biasa ini.

”Saya suka naik sepeda. Saya senang bertemu orang dan mengenal kebudayaan mereka. Saya bermimpi untuk memiliki satu juta teman di seluruh dunia. Itulah yang saya jalani sampai sekarang,” ujarnya.

Mencari teman

Misi yang dibawa Daisuke pun sederhana, yaitu mencari teman sebanyak-banyaknya. Untuk mewujudkan itu, tak jarang dia harus berhadapan dengan situasi sulit yang mengancam jiwanya.

Di Kenya, misalnya, Daisuke terserang penyakit malaria. Beruntung, saat dia terbaring sendirian, pertolongan medis datang tepat waktu. Pada lain kesempatan, di dataran tinggi Patagonia, Amerika Selatan, Daisuke harus bertahan menghadapi embusan angin dingin yang membekukan.

Namun, pengalaman yang paling menakutkan dialaminya adalah saat berkemah di tengah padang gurun di Namibia. Dua heyna berkeliaran di luar tendanya dan baru menyingkir sekitar dua jam kemudian.

”Penduduk setempat bercerita, heyna bisa membunuh manusia. Saya takut setengah mati dan hanya bisa duduk terpaku. Senjata saya hanya sebilah pisau kecil yang biasa saya pakai untuk memasak. Malam itu saya tak bisa tidur,” katanya.

Beberapa kali Daisuke juga kehilangan miliknya karena dicuri orang, termasuk kehilangan sandal di kapal dalam pelayaran menuju Jakarta. ”Someone stole my sandals on the boat,” tulisnya dalam situs www.daisukebike.be.

Semua pengalaman unik itu berawal dari kesukaan Daisuke pada sepeda. Lahir di Kawanishi, kota kecil dekat Osaka, 6 Maret 1970, Daisuke belajar naik sepeda pada usia 10 tahun. Didorong sang ayah, Ikuo Nakanishi, Daisuke mulai bersepeda bersama kakak laki-lakinya hingga Kyoto atau Nara.

Kegemaran ini berlanjut pada masa kuliah. Dia bergabung pada klub sepeda di universitas dan kerap berkeliling Jepang. Tahun 1990, Daisuke untuk pertama kali bersepeda di luar negeri, dari Los Angeles ke New York, AS, selama 48 hari.

Dalam perjalanan itu, panas terik di tengah Gurun Mojave membuat Daisuke kelelahan dan kehilangan kesadaran. Beruntung, seorang pria yang hanya dikenalnya sebagai Mr Don melintas dan memberinya minum. Keramahan orang-orang yang ditemuinya di jalan membuat Daisuke ketagihan. Dia pun membuat empat ekspedisi lain mengunjungi 19 negara dan memancang targetnya mengelilingi dunia.

Selepas kuliah tahun 1992, Daisuke bekerja di perusahaan konstruksi selama enam tahun. Setelah berhasil mengumpulkan 50.000 dollar AS dan memesan sebuah sepeda touring, dia meninggalkan Jepang menuju Anchorage, Alaska, untuk memulai perjalanan.

Dimulai dari Alaska

Dari Alaska, Daisuke bersepeda ke selatan hingga Peru, kemudian terbang ke Swedia untuk berkeliling Eropa Barat. Dia melanjutkan perjalanan sampai Afrika Selatan, lalu terbang ke Thailand, Australia, dan Selandia Baru, sebelum kembali ke Amerika Selatan.

Kali ini Daisuke menetap cukup lama dan mengeksplorasi Amerika Selatan selama empat tahun sehingga membuat dia fasih berbahasa Spanyol. Dari sini dia kembali ke pantai timur AS, disusul Eropa Timur, Afrika Utara, Timur Tengah, India, dan Asia Tenggara.

Daisuke mengaku bukan perencana yang baik, tetapi selalu menyusun rencana untuk perjalanannya. Rencana perjalanan disusun bermodalkan peta, masukan dari sesama pengeliling dunia, atau warga setempat.

Misi yang sederhana membuat Daisuke tak terlalu berambisi bertemu para pejabat dan orang penting dalam perjalanannya. Namun, dengan bantuan para sahabat baru yang ditemuinya di jalan, dia bisa bertemu sejumlah tokoh, seperti pendaki pertama Everest, Sir Edmund Hillary di Selandia Baru, legenda sepak bola Pele di Brasil, mantan Presiden AS Jimmy Carter, pelari maraton ternama Haile Gebrselassie di Etiopia, dan mantan Presiden Polandia Lech Walesa.

Pilihan Daisuke untuk mengelilingi dunia dengan sepeda bukannya tak mendapat tantangan keluarga. Meski mendukung kegemaran anaknya bersepeda, Ikuo kerap meminta Daisuke pulang dan menetap di Jepang.

”Ayah bekerja 40 tahun di perusahaan yang sama, jadi mengelilingi dunia dengan sepeda dianggapnya terlalu berisiko. Saya memang tak punya rumah, pekerjaan, dan keluarga. Tetapi inilah impian saya dan saya bisa mewujudkannya. Ini cara saya menjalani hidup. Akhirnya, dia bisa juga menerima,” ujar Daisuke.

Dengan kerja keras dan pengorbanan, Daisuke mampu mewujudkan mimpinya. ”Saya kasihan pada orang yang hanya sekadar menjalani hidup dan tak punya mimpi. Hidup hanya satu kali dan itu harus dimanfaatkan dengan baik,” ujarnya.

Meski demikian, selalu ada akhir untuk semuanya. Setelah bersepeda menuju Yogyakarta dan Bali, Daisuke berencana mengunjungi beberapa negara Asia Tenggara lain, seperti Filipina, Myanmar, dan Laos sebelum mengakhiri perjalanannya tahun ini.

”Bekal saya sudah menipis. Lagi pula, akhir tahun ini ada peringatan 30 tahun Kelompok Petualang Bersepeda Jepang dan mereka meminta saya hadir,” ujarnya.

Setelah impiannya terwujud, apa rencana Daisuke berikutnya?

”Saya belum tahu. Mungkin menulis buku tentang perjalanan ini atau membuat pameran foto yang saya kumpulkan. Tetapi yang pasti saya harus mencari kerja. Setelah itu, mungkin membuat mimpi yang baru,” ujarnya.