Rabu, 28 Mei 2008

"31 Hours Non-Stop Jazz Concert"

Start:     May 30, '08 3:00p
End:     May 31, '08 10:00p
Location:     Food Court Wisata Makanan, lantai dasar JaCC, Grand Indonesia, Jakarta
Info dari http://www.kjk.web.id/


Dalam rangka Ulang Tahun Komunitas Jazz Kemayoran ke-4, tim KJK mempersembahkan sebuah gelaran spektakuler pemecahan rekor konser jazz terlama selama lebih dari 31 jam nn-stop, yang akan dicatat MURI dan Lembaga Rekor.

Kapan? Dari Jum'at 30 Mei 2008 jam 15.00 WIB, hingga Sabtu 31 Mei 2008 jam 22.00 WIB
Di mana? Food Court Wisata Makanan, lantai dasar JaCC, Grand Indonesia, Jakarta

Artisnya? Lebih dari 41 band akan tampil, termasuk para senior macam Idang Rasjidi, Harry Toledo, dan lain-lain.

Harga tiket? GRATIS! Yang penting Anda tahan 31 jam menyaksikan kehebatan para musisi jazz muda beraksi.

Oke, ditunggu ya!

Daftar Performer:

1 30/JUMAT Beben Quartet Feat Tami & Ade Oxa(15.00 - 15.45)
2 30/JUMAT Idang Rasjidi(15.45 - 16.30)
3 30/JUMAT Imel dan Konco-konco( 16.30 - 17.15)
4 30/JUMAT Jose & Friends(17.15 - 18.00)
5 30/JUMAT Solat Et Lunar(18.00 - 18.45)
6 30/JUMAT Swing Connection Feat Sophie(18.45 - 19.30)
7 30/JUMAT Laili & Friends(19.30 - 20.15)
8 30/JUMAT Zarro(20.15 - 21.00)
9 30/JUMAT Jazzyphonic( 21.00 - 21.45)
10 30/JUMAT Zinnia(21.45 - 22.30)
11 30/JUMAT Vodka(22.30 - 23.15)
12 30/JUMAT Jazz Perhaps(23.15 - 24.00)
13 31/SABTU Endah & Rhesa(00.00 - 00.45)
14 31/SABTU The Solvegio Quintet(00.45 - 01.30)
15 31/SABTU Tembang Pribumi(01.30 - 02.15)
16 31/SABTU Peppy Probo & Ines(02.15 - 03.00)
17 31/SABTU Sonny & Friends(03.00 - 03.45)
18 31/SABTU Bicara (KJ Chicks)(03.45 - 04.30)
19 31/SABTU D'Effect(04. 30 - 05.15)
20 31/SABTU Blues Brothers(05. 15 - 06.00)
21 31/SABTU Ayunk Trio(06.00 - 06.45)
22 31/SABTU Ilman & Friends(06.45 - 07.30)
23 31/SABTU Starlite(07. 30 - 08.15)
24 31/SABTU Situs(08.15 - 09.00)
25 31/SABTU Sketsa(09.00 - 09.45)
26 31/SABTU Calamari Trio(09.45 - 10.30)
27 31/SABTU Gadsby(10.30 - 11.15)
28 31/SABTU Notturno Feat Frankie Sirait(11.15 -12.00)
29 31/SABTU Dadu(12.00 - 12.45)
30 31/SABTU New Kids On The Bop(12.45 - 13.30)
31 31/SABTU Harry Tuledo & Community(13. 30 - 14.15)
32 31/SABTU Jazzmatic(14. 15 - 15.00)
33 31/SABTU Chroma(15.00 - 15.45)
34 31/SABTU Capri Band(15.45 - 16.30)
35 31/SABTU Mainstream Band(16.30 - 17.15)
36 31/SABTU Laconieck (17.15 - 18.00)
37 31/SABTU Ade Trio (18.00 - 18.45)
38 31/SABTU Dissonath(18. 45 - 19.30)
39 31/SABTU Soul Blend(19.30 - 20.15)
40 31/SABTU Veena Passion(20.15 - 21.00)
41 31/SABTU Van Alloy Big Band(21.00 - 22.00)

-kjk-

Salam
Komunitas Jazz Kemayoran

Senin, 26 Mei 2008

Opini

Rating:★★★★
Category:Music
Genre: Folk
Artist:Iwan Fals
Mendengar pengumuman kenaikan harga BBM, minggu kemarin tiba-tiba saya teringat dengan lagu Galang Rambu Anarki, yang dalam salah satu liriknya berujar tentang harga BBM yang melambung tinggi.

Inilah album kedua Iwan Fals dengan label Musica setelah Sarjana Muda.
Kental dengan petikan & kocokan gitar akustik serta violin oleh Luluk Purwanto album yang dirilis tahun 1982 ini terdiri dari 9 lagu, dengan tracklist:

01 Galang Rambu Anarki,
02 OAM,
03 Antara Aku Kau dan Bekas Pacarmu,
04 Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi,
05 Sapuku Sapumu Sapu-sapu,
06 Opiniku,
07 Ambisi,
08 Tak Biru Lagi Lautku,
09 Tarmijah dan Problemanya.

Album ini didukung oleh musisi:

* Willy Soemantri
* Sofyan Aldin
* Norman
* Herry Anggoman
* Luluk Purwanto
* Hedick's
* Iwan Fals


Lagu pertama Galang Rambu Anarki, dengan dominasi petikan gitar akustik bertutur tentang anak pertama Iwan Fals (alm Galang Rambu Anarki) yg kelahirannya ditandai dengan kenaikan harga BBM.
Simak bait lirik:

.............................
Galang Rambu Anarki ingatlah
Tangisan pertamamu
Ditandai BBM melambung tinggi

Maafkan kedua orang tuamu kalau
(Tak mampu beli susu)
BBM naik tinggi (susu tak terbeli)
Orang pintar tarik subsidi
Anak kami kurang gizi

..................

Lagu kedua Obat Awet Muda dengan warna country yang dibangun dari kocokan banjo Cok Rampal dan liukan biola Luluk Purwanto, menimbulkan kesan genit membungkus lirik tentang dunia perselingkuhan Oom dan Tante-tante dengan daun muda...

Lagu ketiga Antara Aku Kau dan Bekas Pacarmu merupakan lagu cinta khas Iwan Fals dengan tempo lambat. Lagu ini juga pernah diremake ditahun 1989 dengan memberi raungan gitar listrik yang terasa lebih dramatis.

Lagu keempat Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi, lagi-lagi dengan warna country bercerita tentang keprihatinan Iwan Fals terhadap rusaknya lingkungan akibat pembalakan liar (hehehehe 26 tahun sudah, ternyata pembalakan liar masih saja marak........)
simak penggalan liriknya:
.................
Lestarikan hutan hanya celoteh belaka
Lestarikan hutan mengapa tidak dari dulu
Saja

Oh jelas kami kecewa
Mendengar gergaji tak pernah berhenti
Demi kantong pribadi
Tak ingat rejeki generasi nanti
.................

Lagu kelima Sapuku Sapumu Sapu Sapu diawali dengan erangan perih harmonika bercerita tentang orang-orang yang sering terlupakan dari perhatian kita.

Lagu keenam Opiniku terdengar akustikan dari Biola, Gitar, Harmonika serta bas bercerita tentang bagaimana manusia kadang Bahkan lebih keji dari binatang.

Lagu ketujuh Ambisi, sangat memacu optimisme
..........................
Tak berkaki
Coba untuk berlari
Tak berjari
Cengkeram berulang kali
Keinginan dihati

Sinar terang lampu mercuri
Pasti akan engkau dapati
Tentu berbekal ambisi
Tentu tak tinggal ambisi

Tak bermata
Pandang dunia dengan jiwa
Tak bertelinga
Jangan cepat kecewa

..................

Saya pingin lagu ini suatu saat diremake dengan balutan musik Rock (seoerti pada album Mata Dewa, Swami atau Kantata Takwa), pasti akan bikin merinding...

Lagu kedelapan Tak Biru Lagi Lautku, sekali lagi menampakkan sosok Iwan Fals yang sangat concern terhadap masalah lingkungan Hidup (Ingat full album Hijau yg
sangat progresif itu)
.......................
Semilir angin berhembus
Bawa dendang unggas laut
Seperti restui jala nelayan

Itu dahulu
Berapa tahun yang lalu
Cerita orang tuaku

Sangat berbeda
Dengan apa yang ada

Tak biru lagi lautku
Tak riuh lagi camarku
Tak rapat lagi jalamu
Tak kokoh lagi karangku
Tak buas lagi ombakmu
Tak elok lagi daun kelapaku
Tak senyum lagi nelayanku
Tak senyum lagi nelayanku

Lagu terakhir Tarmijah Dan Problemnya merupakan lagu akustik (ada dua album Iwan Fals full akustik dikemudian hari "Belum Ada Judul" dan "Suara Hati"), bercerita tentang derita PRT.

Lagu-lagu di Album ini, masih sangat relevan dengan kondisi sekarang.
Sayang sampai saat ini hanya tersedia dalam format kaset . Kalo rajin nyeker, di beberapa album kompilasi dalam format CD materi dialbum ini sudah terangkum.

Jumat, 23 Mei 2008

Pengaruh kenaikan harga BBM?


Kenaikan harga BBM pasti akan menimbulkan efek multiplyer dengan naiknya harga barang lain (Sembako, Transportasi, dll).
Apakah itu akan menaikkan harga CD Impor?, CD Lokal? DVD atau kaset baru?
Apakah itu akan menaikkan harga CD bekas / kaset bekas/DVD bekas?
Secara daya beli sebagian masyarakat semakin terkonsentrasi kekebutuhan primer, apakah akan menurunkan demmand terhadap CD/DVD/Kaset baru maupun bekas?
mari-mari kita tunggu...........
Ntar malem mo ngimpi harga CD/DVD turun........

Rabu, 21 Mei 2008

Olahraga yuuuuk




Kesibukan bekerja di Jakarta sering membuat sebagian orang lalai dalam menjaga kondisi fisik dengan berolahraga.
5 hari bekerja, didera kemacetan di belantara jalanan Jakarta sepanjang perjalanan menuju dan dari kantor, akan menjadi pengesahan balas dendam tidur di Sabtu dan Minggu, sehingga semakin mengurangi minat berolahraga.

Beruntung di kantor saya, tersedia 1/2 lapangan basket, yang bisa digunakan untuk berbasket ria setiap Selasa dan Jum'at sore.
Lumayan bisa keringetan, bergerak dan berteriak melepas kesumpekan.
....

Untuk Kaum Muda (for the youngsters)

Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Documentary
A Documentary of Aktuil-Indonesian Pop Magazine

Saya mendapatkan DVD ini, saat acara prognite tahun lalu.
Sebuah film dokumenter yang menceritakan tentang eksistensi majalah Aktuil (saat majalah ini berjaya, saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar dan ingat bagaimana majalah ini mempengaruhi gaya hidup Oom saya saat itu, rambut gondrong, kemeja lengan panjang dibuka kancing atasnya, sepatu hak tinggi, celana cutbray dengan saku model gentong, Gambar Setrika, Poster dua sisi--> paling inget "make love not war").

Dibuka dengan lagu sepenggal lagu Burn dari konser Deep Purple di Senayan, dilanjutkan dengan cerita dari beberapa tokoh yg menjadi saksi keberadaan majalah Aktuil, yaitu Ilham Affan, Andy Julias, Remy Silado, Donny Fatah, Denny Sabri, Bens Leo dll.
Film Dokumenter ini menggambarkan bagaimana Aktuil sebagai satu majalah, menjadi trendsetter baik musik maupun mode saat itu, yang menempatkan Bandung sebagai kiblatnya.
Disini juga diceritakan tentang Konser Deep Purple di Jakarta, juga sekelumit cerita ttg tewasnya crew DP Patrick Collins.
Aktuil sendiri limbung di pertengahan 70 an, dengan hengkangnya beberapa awaknya, seperti Remy Silado disusul Denny Sabri.
Penerbitan akhir, porsi musik semakin berkurang dan oplahpun menurun.

Film yang disutradarai dan Diproduksi oleh Erfan Agus Setiawan, dengan riset yang menawan, penulis dan editor Erfan Agus Setiawan dan Arif basuki serta narasi dari Denny Sakrie ini berdurasi sekitar 45 menit, dan dihiasi lagu-lagu tahun 70 an.

CD Michael Franks




CD Michael Franks masih bolong di album:
- 1987-Camera Never Lies (tega bener temen gue minjem gak dibalikin, semoga loe baca postingan ini)
- 2003-Watching the Snow

Michael Franks

Meskipun preferensi mendengar musik saya saat ini lebih banyak di musik rock, namun saya masih  terus pingin ngikutin kiprah penyanyi vocal jazzy Michael Franks.

Lewat suatu kaset kompilasi Jazz Vocal tahun 80 an, saya mengenal penyanyi dengan suara unik ini.

Pertama kali beli kasetnya adalah rilisan Aquarius dengan titel The Very Best of Michael Franks yang berisikan lagu semacam:















  • The Lady Wants to Know
  • Antonio Song
  • Monkey See Monkey Do
  • dll
Pas jaman CD, mulailah mengumpulkan CD nya satu persatu sejak jaman harga CD Rp. 25.000.
Lama gak ngikutin kiprahnya, pas browsing nemu adanya album baru Rendezvous in Rio, langsung nyari ke Musik +, Duta Suara & Aquarius dengan hasil nihil. Juga ada album Watchin The Snow yg juga lom punya.
Berkat kebaikan Bli Rikon, akhirnya CD Rendezvous in Rio bisa masuk dalam daftar koleksi Michael Franks saya, sementara untuk Watchin The Snow masuk dalam wishlist.



Inilah diskografi Michael Franks:
1973-Michael Franks
1975-Art of Tea
1977-Sleeping Gypsy
1978-Burchfield Nines
1979-Tiger in the Rain
1980-One Bad Habit
1982-Objects of Desire
1983-Passionfruit
1985-Skin Dive
1987-Camera Never Lies
1990-Blue Pacific
1993-Dragonfly Summer
1995-Abandoned Garden
1998-The Best of Michael Franks: A Backward Glance
1999-Barefoot on the Beach
2003-The Michael Franks Anthology:The Art Of Love
2003-Watching the Snow
2004-Love Songs
2006-Rendezvous in Rio


http://www.michaelfranks.com/bio.html

Michael Franks - Rendezvous in Rio


Over the languorous course of 33 years and 16 albums, Michael Franks has mesmerized an international legion of fans with his one-of-a-kind artistry. Seamlessly weaving lyrics of stunning sensuality, wit, reflection and literary eloquence over music that tastefully utilizes top shelf shadings of jazz, soul, pop, chamber and music from around the globe, Michael Franks the songwriter has set a bar in the music world that places him as nothing less than a statesman of song craft. His best known works include “Popsicle Toes,” “Monkey See-Monkey Do,” “The Lady Wants To Know,” “When the Cookie Jar is Empty,” “Tiger in the Rain,” “Rainy Night in Tokyo” and “Tell Me All About It” (covered by artists ranging from Diana Krall and Natalie Cole to Manhattan Transfer and the Carpenters). As if that weren't enough, Michael Franks the singer is gifted with a gentle, deliciously expressive voice - identifiable from note one.

For his 17th album, Rendezvous in Rio (his first for Koch Records - in stores June 27), Michael Franks sways to a very familiar South American beat. The CD marks a 180-degree shift in scenario and temperature zone from his previous project, the holiday/winter CD Watching the Snow. On Rendezvous, Michael collaborates with old friends/producers Jeff Lorber, Jimmy Haslip (of the fusion band Yellowjackets) and guitarist Chuck Loeb, as well as newer partners engineer/bassist Scott Petito and his touring Musical Director and keyboardist Charles Blenzig. Blenzig proved literally 'instrumental' in the creation of the funky, melodic bossa that became the title track, "Rendezvous in Rio." "That song was originally an instrumental with a different title from a record that Charles recorded," Michael shares. "It was more Latin than Brazilian, but that was the first music I sat down and wrote to for this album in September of 2005."

Brazilian music, culture and vibe have haunted Michael's work from early on. The country's renowned composer Antonio Carlos Jobim has been such a significant influence on his writing that Michael has dedicated three songs to him over the years: "Antonio's Song (The Rainbow)," "Like Water, Like Wind" and "Abandoned Garden." And for his third album, Sleeping Gypsy (1977), Michael flew down to Rio to record two now-classic compositions: "Down in Brazil" and "B'Wana-He No Home." Listening to his catalog as well as new songs like "Under the Sun," one might assume that Michael has journeyed often to the land of the cafe' au lait cariocas...but he's only been once.

The first song Michael recorded for Rendezvous in Rio, which set the tone for the CD, represents a rarity for Michael - a cover. Though he has written lyrics for previously composed songs before, the songwriter isn't one to do straight renditions of other people's material. The fortunate exception here is a charming piece by Paolo Jobim and Ronaldo Bastos titled "Samba do Soho" that features lovely exchanges between the guitar and flute 'trading 8s.' "I admire this piece very much," Michael states. "There's just something so enduringly happy about it. My friends Astrud Gilberto and Paolo gave me a demo cassette of the song years ago. She'd recorded it on an album with the James Last Orchestra and Paolo had sung it on his father’s (Antonio Carlos Jobim’s) album, Passarim." Dueting with Michael on the chorus in Portugese is singer Pamela Driggs (wife of guitarist Romero Lubambo who plays on the title track).

Another gem of the album is "The Chemistry of Love", an evocative meditation on organic oneness between a man and a woman. It's a composition of Michael's that was first recorded as the title track of an album by Japanese Flugelhorn player, Toku. For his own version, Michael called upon keyboardist Jeff Lorber at the start of this project and, as always, received simpatico results. "I gave Lorber 'Chemistry' and we talked about possible players. Jeff jumped on the song right away and e-mailed me an arrangement a few days later that was great."

Receiving that track from Lorber so quickly got Michael's creative juices flowing for the tasks ahead of laying out the rest of the album, the most important aspect of which - beyond composing - is casting the proper musicians for each song as he goes...something for which he has become an undisputed master. From Gary Meek's laidback solo and sectional sax work that colors the clever wordplay of "Scatsville" (dig Michael's recurring scat line here) to Eric Marienthal's tangier tenor on the more robust ‘unrequited love’ song "The Question is Why," every player is hand-picked with the finesse of first class interior design.

Moving into the meat of Rendezvous in Rio, we find four exceptionally introspective pieces that provide a peak into Michael's past and the fabric of his artistic self.

The first is yet another selection from his musical Noa Noa that explores the life of the painter Gauguin. Since 1990, selections from this musical have appeared on Michael's albums Blue Pacific ("Vincent's Ear," "On the Inside" and "Woman in the Waves") and Abandoned Garden ("Without Your Love" and "In the Yellow House"). For this CD, we are treated to "The Critics Are Never Kind," a musical conversation between the painters Gauguin, Van Gogh and Degas. In a more traditional type of 'casting,' Michael asked his friend Robbie Dupree (of 1980's "Steal Away" fame) to voice Gauguin and singer Larry Hoppen (of Orleans) to be Degas while he took the role of Van Gogh himself. The joy and pain of uncompromised artistry is explored in both the lyric and the music of this song. It opens as a moody urban blues as the gentlemen turn the tables to skewer the critics. Later, a brightening bridge cascades into the chorus as the men sing together of the satisfaction derived from "what it's like to get high on sweet inspiration."

Noa Noa was briefly work-shopped off-Broadway at Playwrights Horizons in 1995, but its 28 songs have yet to be given a proper showcase. Michael hopes to remedy this by recording a cast album, then taking a cast on the road to perform it like summer stock. Stay tuned for further developments.

Personal and musical revelations abound in a pair of the album's jazziest numbers, "The Cool School" and "Hearing 'Take Five'" - the origins of which stretch back to a fateful day in Michael's early `60s teen years growing up in the San Diego area. "I never studied music formally," he reflects. "Blues and folk were really popular then and I was just starting to play guitar. My parents' taste leaned toward vocalists of the day like June Christy and Peggy Lee. But I remember going to a friend's house one weekend where his father played me some of his new records. He took me into the living room where they had this audiophile Hi-Fi - very minimalist with tubes and stuff. The one my parents had was a console that looked like it could double as a liquor cabinet, so I was really impressed! Anyway, he played me Mose Allison's "Your Mind is On Vacation" (from I Don't Worry About A Thing - 1962 - Atlantic) and Dave Brubeck's "Take Five" (from Time Out - 1959 - Columbia). When I heard those two songs, I felt like the blinders had been taken off - like I'd had some kind of musical cataract surgery to discover that there was so much more music out there to hear. It was a turning point."

Michael brilliantly uses that turning point to reminisce on an era when musical giants roamed the earth. On "The Cool School," a jazz waltz with a smoky Wes Montgomery feel in the lead guitar played by Chuck Loeb, Michael muses, "Am I dinosaur, yeah you bet / I grew up listening to Mose and Chet / Let others fume and fuss / Belabor the obvious / Me, I'm a child of the cool school." Then on "Hearing 'Take Five'" - a masterful 5/4 musing produced by bassist Jimmy Haslip, arranged by pianist Roger Burn and featuring the first drum solo ever on a Michael Franks album (courtesy of the volcanic Vinnie Colaiuta) - our hero sings, "For once pure genius also was fame / And once I heard it I was never the same / Paul Desmond, Gene and Joe and Dave / Brought my Philco alive / Playing 'Take Five.'"

Thoughts on the bittersweet tinge of time's passing bring Michael's latest masterpiece to a heartwarming close with "Songbirds," offering hypnotic reflections on the passing of singular singers and artists. Thoughts such as this grow more profound each time we read or hear about another great musician making their transition from the planet. Michael dedicates "Songbirds" to singer/writer Randy VanWarmer (who sang stellar background vocals on Michael's Quiet Storm classic "Tahitian Moon" from Objects of Desire) and drummer/songwriter John Guerin (who played on Michael's salad days albums The Art of Tea and Sleeping Gypsy, co-writing "Don't Be Blue"). The men passed away within four days of each other in January of 2004. Michael eloquently eulogizes within the song, "When I consider your absence / Then my smile erases / Sure, the Creator creates / But rarely He replaces..."

"The thing that gets me when we lose someone within that stratum of people," Michael reflects, "especially when it comes to the elders of the jazz community - there's no one to fill their shoes. It's like the end of an era."

As long as Michael Franks continues to put pen to paper, lending life and voice to song, and creating poetically inspired albums such as Rendezvous in Rio, the tradition of true artistry will gracefully endure...like branches braving the night breeze in Brazilian banana trees.

A. Scott Galloway





























(Spring 2006)

Minggu, 18 Mei 2008

Kabeh Podho Mundhak, sing Mudhun mong Kathok


??????????????
Minggu pagi seperti biasa saya jalan ke pasar tradisionil, saya belanja dalam rangka menyalurkan hobby, sekaligus mengingat jaman kos dulu, yaitu masak-memasak....
Pas belanja, hari ini mendapati suatu kenyataan naiknya harga komoditi di pasar. Cabe rawit beli 1000 rupiah, cuman dapet beberapa buah........

Ketika bertanya pada mbak penjualnya.....

Wis mas, sejak BBM arep mundhak, Kabeh Podho Mundhak, sing Mudhun mong Kathok
(bhs Jawa=Sejak BBM mau naik, semua pada naik, yang turun cuman celana).

Nyengir getir mendengarnya........

Jumat, 16 Mei 2008


Setelah mengeksplorasi bunyi dengan berbagai musisi, kali ini Iwan Fals tampil memunculkan diri sendiri.

Inilah full album Iwan Fals pertama kali yang seluruhnya merupakan nomor akustik (album akustik berikutnya adalah Suara Hati).

Album ini dari peralatan musik sangat sederhana, hanya ada iringan gitar akustik dan harmonika yang dimainkan sendiri.

Dalam sampul kasetnya terdapat prakata dari Fajar Budiman sebagai berikut:

Sebagai bagian dari penyaksi perjalanan sosok Iwan Fals, memiliki sebuah kerinduan terhadap bentuk kesederhanaan yang mendalam.Disini kita bisa lebih bisa menikmati Iwan Fals dalam dirinya secara utuh dan polos.


Lagu yang tersaji dalam album yang digarap tahun 1992 ini adalah:

01 Belum Ada Judul,

02 Besar & Kecil,

03 Ia Atau Tidak,

04 Mereka Ada Di Jalan,

05 Potret

06 Di Mata Air Tidak Ada Air Mata,

07 Ikrar

08 Aku Disini

09 Mencetak Swah

10 Panggilan Dari Gunung,

11 Coretan Dinding,


Dari rangkaian lagu yang ada track favorit saya adalah "Mereka Ada Di Jalan" sangat getir terasa.

Sepakbola adalah kegemaran Iwan Fals dan jutaan rakyat Indonesia. Inilah lagu perih tentang hilangnya lapangan sepakbola yang ditelan pembangunan. sangat relevan dengan sebab kenapa sukar sekali menemukan bibit unggul untuk PSSI, gimana mau muncul kalo mau main aja gak ada lapangannya.Menyimak liriknya bagi generasi sekarang yang mengenal sosok Budi Sudarsono, Bambang Pamungkas, Elly Aiboy dll. Nama-nama dilagu ini mungkin agak asing (Ramang, Abdul Kadir, Ronny Paslah, Iswadi Idris, Ricky Jacobi, Nobon, Yudo Hadianto, Herry Kiswanto, Rully Nere, Sucipto Suntoro, Marzuki Nyakmad), namun nama ini sangat lekat terpatri didada penggemar bola saat itu.

perhatikan liriknya:


Mereka Ada Di Jalan


Pukul tiga sore hari

Di jalan yang belum jadi

Aku melihat anak anak kecil

Telanjang dada telanjang kaki

Asik mengejar bola

Kuhampiri kudekati

Lalu duduk di tanah yang lebih tinggi

Agar lebih jelas lihat dan rasakan

Semangat mereka keringat mereka

Dalam memenangkan permainan

Ramang kecil Kadir kecil

Menggiring bola di jalanan

Rulli kecil Ricki kecil

Lika liku jebolkan gawang

Tiang gawang puing puing

Sisa bangunan yang tergusur

Tanah lapang hanya tinggal cerita

Yang nampak mata hanya

Para pembual saja


Anak kota tak mampu beli sepatu

Anak kota tak punya tanah lapang

Sepak bola menjadi barang yang mahal

Milik mereka yang punya uang saja

Dan sementara kita disini di jalan ini

Bola kaki dari plastik

Ditendang mampir ke langit

Pecahlah sudah kaca jendela hati

Sebab terkena bola

Tentu bukan salah mereka


Roni kecil Heri kecil

Gaya samba sodorkan bola

Nobon kecil Juki kecil

Jegal lawan amankan gawang


Cipto kecil Iswadi kecil

Tak tik tik tak terinjak paku

Yudo kecil Paslah kecil

Terkam bola jatuh menangis

Iwan Fals - Orang Gila




Tahun 1994
Label:Harpa (Kaset)
Label:Nirvana (CD-2001)
Musisi:
- Iwan Fals
- Billy J. Budiharjo
- Rere,
- Gideon Tengker,
- Budi Bidhun,
- Eddy Kemput,
- Dian Pramana Putra

track list:
01 Orang Gila
02 Awang-Awang
03 Satu-Satu
04 Lagu Cinta
05 Doa Dalam Sunyi
06 Lingkaran Hening
07 Puisi Gelap
08 Menunggu Ditimbang Malah Muntah

Lagi-lagi Iwan Fals mengeksplorasi corak musiknya. Album ini merupakan kolaborasi baru antara Iwan Fals dengan musisi-musisi rock seperti Rere, Gideon Tengker, Eddy Kemput.

Mendengar lagu pembuka "Orang Gila" yang terdengar seperti lagu "dance" / new wave 80 an, terkesan menjadi hidangan pembuka yang tidak membangkitkan selera.

Kesan ini pupus setelah mendengar track ke 2 Awang awang. Musik bermetamorphosis menjadi sebuah nomor dengan balutan Rock kental lewat Drum Rere dan Gitar Eddy Kemput. Sapuan dua personel band progresif rock asal Surabaya Grass Rock ini membuat lagu ini terasa bertenaga.

track ke 3, sebuah ballad dengan harmonisasi petikan gitar, tamborine dan perkusi yang membalut keindahan lirik yang bercerita tentang proses regenerasi secara alami yang berjalan sangat mulus tanpa gejolak. Lagu ini menjadi favorit saya dalam album ini


track ke 4 menunjukkan bagaimana kepiawaian Iwan Fals dalam menyanyikan sebuah lagu cinta tanpa harus menjadi lembek dan cengeng.

Suara keyboard, dan ditingkahi petikan halus gitar pada track ke 5 doa dalam sunyi merayap pelan mendaki dipandu ketukan drum.

track ke 6 Lingkaran hening seolah-olah masih nyambung dengan lagu doa dalam sunyi. Didominasi dengan piano dan keyboard yang mengawal vocal Iwan Fals yang terasa parau dan bergetar.

track ke 7 Puisi Gelap lebih tepat disebut sebagai Iwan fals membacakan puisi karya Sawung Jabo dibandingkan sedang menyanyikan lagu. Sesuai judulnya ini betul-betul bernuansa gelap sekali.

track ke 8 merupakan sebuah nomor akustik khas Iwan Fals, dengan gitar akustik sesekali muncul suara keyboard dikejauhan, lagu ini seperti bertutur.

Pada versi CD terdapat 2 lagu tambahan yang dipetik dari album akustik "Belum Ada Judul" yaitu Ia atau tidak dan Panggilan Dari Gunung.

Secara keseluruhan album ini menggambarkan bagaimana eksplorasi Iwan Fals yang tiada henti, namun album ini beredar setelah beberapa monster album Iwan Fals keluar.

Bagi pendengar yang sudah terpatri dengan kedahsyatan album Mata Dewa, Swami, Kantata Takwa, Hijau dan Cikal maka album ini akan terasa tawar.

Pesta Bebek




Divisi Finance, Accounting & Collecting di kantor kami punya tradisi makan siang bareng. Diadakan sekali sebulan dengan tuan rumah per Bagian secara bergiliran. Bulan ini menjadi giliran Bagian Akuntansi sebagai tuan rumah, sekaligus melepas 1 orang karyawan yang memasuki masa pensiun.
Pemilihan menu mengambil referensi 2 buku kuliner:
1. Jajanan Spektakuler Jakarta dibawah 15 ribu
2. Pesta Bebek

Dipromotori mba' Nana & mba' Nita, disepakati menunya adalah "Bebek", dan yang jadi pilihan biar bisa delivery order adalah "Bebek Yogi"

Menu yg dipilih ada 4 varian bebek, yaitu:
- Bebek Bakar
- Bebek Goreng
- Bebek Cabe Ijo
- Bebek Mercon (full cabe, rasanya kayak mercon)
Didampingi bandeng presto, sambel dan lalapan.

Pesta bebek berlangsung meriah, dan komentar peserta adalah Bebek lebih gurih dan nikmat.

Mantebbbsssssss, Bebek rulezzzzzzzz

Ada yang keracunan

Sejak ber B2W awal tahun 2008 dan setelah merasakan manfaatnya, saya berusaha menularkan kegiatan positif ini kepada rekan-rekan kantor. proses peracunan dilakukan melalui pengiriman email beberapa artikel/tulisan mengenai manfaat ber B2W.

Hari ini tgl 16 Mei 2008, saat menuju tempat parkir, saya melihat pemandangan yang asing, ada satu unit sepeda berwarna merah (frame specialized) yang berada disana. segera sandingkan sepeda disampingnya dan mencari tahu siapa gerangan yg punya. Ternyata rekan saya yg sering saya provokasi (pak Mulyono) dari Bintaro pelakunya. Hahahaha, jarak sekitar 23 km ke Kantor ditempuhnya pagi ini.

Selamat datang pak Mul di dunia pergowesan, semoga betah dan terus ber B2W.

Semoga setiap hari bertambah orang yang bersepeda.... Ayo irit BBM, sehatkan badan....

kringgggg, kringggggg, I want to ride my bicycle, I want to ride my Bike......

 

 

Kamis, 15 Mei 2008

Teh Telor

Teh Telor? (Teh Talua dalam bahasa Minang),
minuman ini terasa asing bagi kebanyakan orang. Orang lebih lazim mendengar minuman berupa Susu Telor atau STMJ (Susu Telor Madu Jahe).
Saya kenal Teh Telor sekitar tahun 84, saat sekolah di Padang (Sumatera Barat). Saat sedang makan diwarung saya melihat beberapa karyawan rumah makan sedang mengaduk suatu adonan dalam sebuah gelas (seukuran gelas belimbing) dengan sebuah garpu. Setelah mengamati ternyata mereka sedang membuat Teh Telor.
Langsung pingin mencoba, dan merasakan minuman tersebut. Setelah memesan, terhidanglah dimeja segelas teh telor dalam sebuah tatakan (lepek), sendok kecil dan seiris jeruk nipis.
Segera memeras Jeruk nipis kedalam adonan dan mengaduk dengan sendok kecil, lalu meminumnya secara perlahan.....
Sensasinya luar biasa........Rasa Sepet teh, ditimpa gurihnya telur, manisnya gula dan asemnya jeruk nipis.
Teh telor ini bagi saya sangat berkhasiat untuk merecharge stamina, setelah begadang......

Sampai saat ini saya selalu minum teh telor kalo lagi drop kondisi.
Di Jakarta beberapa rumah makan / Warung Padang tersedia menu ini (Soto Padang di Pintu air, Martabak Kubang Saharjo, Sederhana Sunan Giri).
Saya  lebih suka membuat sendiri.

Berikut cara membuat (barangkali ada yg pingin nyoba),

Bahan:
  • Sebutir Telor ayam kampung/bebek ambil kuningnya saja
  • 2 sendok teh Gula Pasir
  • Teh (saya gunakan teh cap Bendera)
  • Jeruk Nipis
Peralatan:
  • Gelas (ukuran gelas belimbing)
  • Garpu
  • Saringan teh
Cara membuat:
  1. Masukkan kuning telor dan gula pasir
  2. Aduk menggunakan garpu (saya melakukan dengan memegang bagian bawah gelas ditangan kiri dan garpu ditangan kanan) sampai adonan kembang (lebih dari setengah gelas).
  3. Rebus teh dalam air hingga mendidih
  4. Setelah adonan siap, siram dengan air teh mendidih dan aduk dengan sendok kecil
  5. Kecerin dengan perasan seiiris jeruk nipis.
Cara menikmati:
  1. Reguk secara perlahan;
  2. usapkan lidah keseputaran bibir....
  3. Resapi rasanya......
hehehehehe, selamat menikmati.
Terakhir kali menikmati teh telur di Restoran Martabak Kubang Saharjo, sehabis nonton prognite

Selasa, 13 Mei 2008

Flames of Hate Show

Start:     Jun 19, '08 11:00a
Location:     Kedai Kebun Forum Music Hall Jogjakarta
Live@Kedai Kebun Forum Music Hall
Photobucket

Prognite 9 Mei 2008

Acara rutin Indonesian Progressive Society digelar lagi. Venuenya masih bertahan di Vicky Sianipar Music Centre Jl. Minangkabau.
Dateng sekitar pukul 19.30, venue sudah cukup rame. Setelah ber halo-halo dengan temen-temen, akhirnya milih duduk didepan barengan mas Haris Fauzi, biar anteng si menyul.
Sekitar pukul 8 acara dimulai menampilkan Electric Opera, yang tampil diawal tanpa drum. Pas lagu kedua sempet keluar arena, karena ada keperluan sebentar.
Lagi diluar arena terdengar riuh rendah orang ketawa, ternyata lagi ada kontes air guitar, seperti pas acara ICE 2007 di Senayan, desember lalu (untung menyul jeprat-jepret, jadi ada fotonya).
Masuk lagi Group dari Solo Lord Fantasy tampil. Dengan musik ngebut dengan tempo rapet, lengkingan vocalisnya bener-bener mengagumkan (inget vocal Arul Power Metal).
Penampilan ketiga adalah The Miracle, yang tampil membawakan lagu-lagu dari album Them.
Ini pentas ketiga The Miracle yang saya tonton (dan selalu memuaskan saya.....)
Senang bisa melihat gigs band lokal yang keren-keren....

Setelah usai, acara dilanjutkan dengan ritual bertransaksi sedot-menyedot Harddisk.
Pulang numpang mas Haris (naik mobil Progressive :)), sampai martabak Kubang di Jl. Saharjo.
Menu yang dipesan adalah Martabak Mesir + Teh Telor bener-bener progressive hehehehe

Malam yang ngeprog, ya musiknya, ya mobil yg ditebengin, ya martabak dan teh telurnya
sampai jumpa prognite berikutnya........

foto bisa dilihat disini

Foto Prognite




foto lain bisa dilihat di:
http://sitroy.multiply.com/photos/album/32/Sumringah_di_Progressive_Nite_Mei_2008
http://harissolid.multiply.com/photos/album/51

Rock 2 Generasi




Acara yg diadakan di Mario's Place pada tgl 8 Mei 2008 menampilkan:
- Ideal Ego
- Sharkmove--> moga-moga rekaman materi baru lagi....
- Instansi Terkait
- Jammin' Stupa + Lilo + Kadri + Once + Tony Wenas + Hayunaji + Krisna dll.....

gak banyak foto yg bisa diambil, karena banyakan ngobrol dibelakang...

foto lebih lengkap di http://sitroy.multiply.com/photos/album/31/Sumringah_di_Rock_Dua_Generasi

Senin, 12 Mei 2008

Kringg.....Kringgggg Rolling Stone edisi Editor's Choice

Pagi ini seperti biasa berangkat ke kantor mancal sepeda, hanya pagi ini agak kesiangan. Biasanya berangkat dari rumah sekitar 5.30 - 6.00 pagi ini molor ke 6.30. Jalanan terasa lebih rame dan asap polutan terasa menusuk hidung dan rongga dada.
Segera kenakan masker dan melaju di jalanan Jakarta.
Terlihat di Jalanan manusia Jakarta yang terburu-buru berpacu dengan waktu, klakson bersahutan untuk minta jalan (udah tahu macet.....), Sepeda motor dan bajaj zigzag mencari celah untuk bergegas.
Kukayuh sepeda dengan santai, melewati gang-gang seputar kemayoran sampai pecenongan. Karena belum sarapan di rumah, terlintas pikiran untuk menikmati sepiring Ketupat Sayur di Jalan Hayam Wuruk dipelataran Gedung BDNI.
Sepiring Ketupat Sayur Labu Siam, Sepotong Tahu dan sebutir telur sudah ditangan, dinikmati ditengah keramaian lalu lintas di Jl. Hayam Wuruk dan Gajah Mada,
Setelah mengisi pencernaan, lanjutkan perjalanan lewat Harmoni, mampir ke agen koran yang banyak terdapat di kawasan tersebut.
Majalah Rolling Stone edisi Editor's Choice berbonus album baru NAIF, Let's Go jadi sasaran, berbandrol 49.500 cukup dibayar 40.000.
Hari ini ngirit lagi, ngirit pertamax dan ngirit 9.000 dari Rolling Stone.
Kringg.....kringggggg