Selasa, 05 Mei 2009

KOMPAS Cetak : Daisuke Mewujudkan Impiannya


http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/05/02/03304631/daisuke.mewujudkan.impiannya
Daisuke Mewujudkan Impiannya
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Sabtu, 2 Mei 2009 | 03:30 WIB



Jika pada hari-hari ini Anda melintas di jalan-jalan di Pulau Jawa, ada kemungkinan Anda bertemu dengan seorang warga negara Jepang yang mengendarai sepeda. Jangan ragu untuk menyapa dia karena Daisuke pasti senang berkenalan dan memperoleh dukungan Anda.

Sosok Daisuke Nakanishi, begitu nama lengkapnya, tak sulit dikenali. Tubuhnya langsing dan liat dengan warna kulit lebih gelap dibandingkan umumnya orang Asia Timur. Topi tak pernah lepas dari kepala, melindungi wajahnya yang mulai dimakan usia dari terpaan sinar matahari. Namun, ciri paling jelas untuk mengenalinya adalah setengah lusin tas yang bertumpuk dan terikat bergelantungan di sepedanya.

Berbekal sepeda itu, Daisuke mewujudkan impiannya mengelilingi dunia. Sejak meninggalkan Osaka, 23 Juli 1998, Daisuke mengayuh sepedanya melewati pegunungan bersalju dan gurun tandus, melintasi batas negara dan benua. Tak hanya sekali, sarjana ekonomi lulusan Universitas Osaka ini telah dua kali mengelilingi bumi.

Indonesia adalah negara ke-125 yang disinggahi Daisuke. Saat mendarat di Jakarta, Jumat (24/4), setelah menempuh perjalanan laut selama 27 jam dari Batam, alat pengukur jarak di sepedanya menunjukkan angka 144.165 kilometer.

Sejauh itu pula dia mengayuh sepedanya selama hampir 11 tahun. Selama itu, hanya tiga kali Daisuke pulang ke Jepang. ”Ketiganya karena berurusan dengan bank,” ujarnya.

Buat sebagian orang, yang dilakukan Daisuke adalah ulah orang kurang kerjaan yang mencari sensasi. Tetapi, Daisuke punya alasan sendiri menjalani pilihan hidup yang tidak biasa ini.

”Saya suka naik sepeda. Saya senang bertemu orang dan mengenal kebudayaan mereka. Saya bermimpi untuk memiliki satu juta teman di seluruh dunia. Itulah yang saya jalani sampai sekarang,” ujarnya.

Mencari teman

Misi yang dibawa Daisuke pun sederhana, yaitu mencari teman sebanyak-banyaknya. Untuk mewujudkan itu, tak jarang dia harus berhadapan dengan situasi sulit yang mengancam jiwanya.

Di Kenya, misalnya, Daisuke terserang penyakit malaria. Beruntung, saat dia terbaring sendirian, pertolongan medis datang tepat waktu. Pada lain kesempatan, di dataran tinggi Patagonia, Amerika Selatan, Daisuke harus bertahan menghadapi embusan angin dingin yang membekukan.

Namun, pengalaman yang paling menakutkan dialaminya adalah saat berkemah di tengah padang gurun di Namibia. Dua heyna berkeliaran di luar tendanya dan baru menyingkir sekitar dua jam kemudian.

”Penduduk setempat bercerita, heyna bisa membunuh manusia. Saya takut setengah mati dan hanya bisa duduk terpaku. Senjata saya hanya sebilah pisau kecil yang biasa saya pakai untuk memasak. Malam itu saya tak bisa tidur,” katanya.

Beberapa kali Daisuke juga kehilangan miliknya karena dicuri orang, termasuk kehilangan sandal di kapal dalam pelayaran menuju Jakarta. ”Someone stole my sandals on the boat,” tulisnya dalam situs www.daisukebike.be.

Semua pengalaman unik itu berawal dari kesukaan Daisuke pada sepeda. Lahir di Kawanishi, kota kecil dekat Osaka, 6 Maret 1970, Daisuke belajar naik sepeda pada usia 10 tahun. Didorong sang ayah, Ikuo Nakanishi, Daisuke mulai bersepeda bersama kakak laki-lakinya hingga Kyoto atau Nara.

Kegemaran ini berlanjut pada masa kuliah. Dia bergabung pada klub sepeda di universitas dan kerap berkeliling Jepang. Tahun 1990, Daisuke untuk pertama kali bersepeda di luar negeri, dari Los Angeles ke New York, AS, selama 48 hari.

Dalam perjalanan itu, panas terik di tengah Gurun Mojave membuat Daisuke kelelahan dan kehilangan kesadaran. Beruntung, seorang pria yang hanya dikenalnya sebagai Mr Don melintas dan memberinya minum. Keramahan orang-orang yang ditemuinya di jalan membuat Daisuke ketagihan. Dia pun membuat empat ekspedisi lain mengunjungi 19 negara dan memancang targetnya mengelilingi dunia.

Selepas kuliah tahun 1992, Daisuke bekerja di perusahaan konstruksi selama enam tahun. Setelah berhasil mengumpulkan 50.000 dollar AS dan memesan sebuah sepeda touring, dia meninggalkan Jepang menuju Anchorage, Alaska, untuk memulai perjalanan.

Dimulai dari Alaska

Dari Alaska, Daisuke bersepeda ke selatan hingga Peru, kemudian terbang ke Swedia untuk berkeliling Eropa Barat. Dia melanjutkan perjalanan sampai Afrika Selatan, lalu terbang ke Thailand, Australia, dan Selandia Baru, sebelum kembali ke Amerika Selatan.

Kali ini Daisuke menetap cukup lama dan mengeksplorasi Amerika Selatan selama empat tahun sehingga membuat dia fasih berbahasa Spanyol. Dari sini dia kembali ke pantai timur AS, disusul Eropa Timur, Afrika Utara, Timur Tengah, India, dan Asia Tenggara.

Daisuke mengaku bukan perencana yang baik, tetapi selalu menyusun rencana untuk perjalanannya. Rencana perjalanan disusun bermodalkan peta, masukan dari sesama pengeliling dunia, atau warga setempat.

Misi yang sederhana membuat Daisuke tak terlalu berambisi bertemu para pejabat dan orang penting dalam perjalanannya. Namun, dengan bantuan para sahabat baru yang ditemuinya di jalan, dia bisa bertemu sejumlah tokoh, seperti pendaki pertama Everest, Sir Edmund Hillary di Selandia Baru, legenda sepak bola Pele di Brasil, mantan Presiden AS Jimmy Carter, pelari maraton ternama Haile Gebrselassie di Etiopia, dan mantan Presiden Polandia Lech Walesa.

Pilihan Daisuke untuk mengelilingi dunia dengan sepeda bukannya tak mendapat tantangan keluarga. Meski mendukung kegemaran anaknya bersepeda, Ikuo kerap meminta Daisuke pulang dan menetap di Jepang.

”Ayah bekerja 40 tahun di perusahaan yang sama, jadi mengelilingi dunia dengan sepeda dianggapnya terlalu berisiko. Saya memang tak punya rumah, pekerjaan, dan keluarga. Tetapi inilah impian saya dan saya bisa mewujudkannya. Ini cara saya menjalani hidup. Akhirnya, dia bisa juga menerima,” ujar Daisuke.

Dengan kerja keras dan pengorbanan, Daisuke mampu mewujudkan mimpinya. ”Saya kasihan pada orang yang hanya sekadar menjalani hidup dan tak punya mimpi. Hidup hanya satu kali dan itu harus dimanfaatkan dengan baik,” ujarnya.

Meski demikian, selalu ada akhir untuk semuanya. Setelah bersepeda menuju Yogyakarta dan Bali, Daisuke berencana mengunjungi beberapa negara Asia Tenggara lain, seperti Filipina, Myanmar, dan Laos sebelum mengakhiri perjalanannya tahun ini.

”Bekal saya sudah menipis. Lagi pula, akhir tahun ini ada peringatan 30 tahun Kelompok Petualang Bersepeda Jepang dan mereka meminta saya hadir,” ujarnya.

Setelah impiannya terwujud, apa rencana Daisuke berikutnya?

”Saya belum tahu. Mungkin menulis buku tentang perjalanan ini atau membuat pameran foto yang saya kumpulkan. Tetapi yang pasti saya harus mencari kerja. Setelah itu, mungkin membuat mimpi yang baru,” ujarnya.

1 komentar:

gati . mengatakan...

....
clinguk