Minggu, 02 November 2008

KOMPAS Cetak : "Gala Dinner" bagi Achmad Albar

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/11/02/02070612/gala.dinner.bagi.achmad.albar
Tulisan di Kompas Minggu, 2 November 2008

Jimmy S Harianto

Musik rock memang berhati muda. Dimainkan pemusik tua pun di telinga tetap kedengaran hangat dan bergairah.

Itulah pentas musik God Bless, ”supergrup” Indonesia pada tahun 1980-an ketika memeriahkan pentas ”The Immortals” di Jakarta, Kamis (30/10).

Melihat penampilannya, kesemua pemainnya boleh dikata ”sampun sepuh” (sudah tua). Achmad Albar, sang vokalis utama, sudah berumur 62 tahun.

Ian Antono, sang gitaris? Ia pun sudah 57 tahun. Juga pemegang basnya yang selalu berpenampilan khas ketika membetot bas—seperti memperkuda gitarnya—Donny Fattah Gagola, ia sudah 57 tahun.

Pemegang keyboard ”terbaru” mereka? Abadi Soesman, yang menggantikan andalan lama mereka, Yockie Suryoprayogo, juga sudah berumur 59 tahun.

Satu-satunya yang termuda hanyalah personel baru yang sebenarnya ”tidak baru” di profesinya, penabuh drum Yaya Muktio (menggantikan pemain lama Teddy Sujaya), masih di bawah 50 tahun. Kelahiran tahun 1966.

Tetapi, jangan tanya permainan musiknya. Jika grup-grup musik muda kita saat ini banyak yang suka lagu ”menye-menye” atau ”metal”—melo total, alias sangat mendayu-dayu—maka God Bless malam itu sungguh masih garang total....

Donny yang tampak tua di panggung tiba-tiba berubah menjadi seperti penunggang kuda yang garang. Juga demikian Ian Antono yang menggetarkan sekitar 500 penonton undangan dengan raungan gitarnya.

Bagi Achmad Albar—yang belum lama ini dirundung peristiwa: harus mendekam delapan bulan di penjara karena kasus psikotropika, malam itu sungguh sebuah penampilan yang mengobati lukanya.

Penonton sebagian besar hafal lagu-lagu yang dibawakannya pada malam hari itu. Dari Kehidupan, Menjilat Matahari, Rumah Kita, Huma di Atas Bukit, Anak Adam, sampai lagu-lagu tambahan Syair Kehidupan, Panggung Sandiwara, dan Semut Hitam.

Meski malam itu sebenarnya adalah malam penghormatan bagi ”25 legenda” (The Immortals—yang tak lekang mati) oleh majalah musik Rolling Stone, tetapi tak berlebihan jika malam itu sebenarnya adalah juga malam gala dinner bagi sang vokalis, Achmad Albar, dan kelompok God Bless-nya.

Andalkan kemampuan

Inilah bedanya antara rocker tua dan pemusik masa kini. Jika pemusik masa kini banyak yang bersembunyi di balik kehebatan alat, God Bless benar-benar tampil mengandalkan kemampuan musik ”murni”-nya.

Ketika membuka lagu, dengan Musisi di awal konser, gitaris Ian Antono seolah berdialog dengan pemain bas Donny Gagola melalui petikannya.

Rata-rata setiap lagu mereka ”ramai-ramai” dinyanyikan penonton, seperti pada lagu kedua, Syair Kehidupan. Atau sebuah lagu indah ciptaan Yockie Suryoprayogo, Menjilat Matahari.

Lagu berlirik Inggris, She Passed Away—yang selalu menjadi ”lagu wajib” dalam setiap pentas mereka pada tahun 1970-an, misalnya pentas-pentas mereka di Taman Ismail Marzuki—mendapat pula aplaus hangat penonton, yang merangsek sampai ke bibir panggung.

Dalam sejumlah lagunya, seperti pada lagu melodious, Huma di Atas Bukit (ciptaan tahun 1974-1975), Ian Antono menjentingkan nada di atas gitar akustik. Juga dalam She Passed Away.

Ketika mereka sudah mengatakan usai pun, publik belum mau beranjak. Sampai tiga encore dimainkan, Jalan Kehidupan, Panggung Sandiwara, dan Semut Hitam.

Koes Bersaudara

Melalui serangkaian seleksi yang dilakukan sekitar 23 juri terpilih dari kalangan jurnalis, pemusik, dan kalangan produksi musik, dihasilkan ”25 pemusik legendaris”, yang tentu saja tak mencakup semua legenda yang ada.

Sekitar 180 nama, menurut sumber Rolling Stone, masuk dalam daftar. Akan tetapi, harus dipilih 25 dengan kriteria, bahwa sosok tersebut adalah musisi yang paling berperan membentuk musik populer Indonesia seperti yang dikenal sekarang ini.

Koes Plus menjadi pemusik legendaris nomor satu. Selain dinilai sangat produktif, lebih kurang 1.000 lagu dalam 63 album, juga pemusik Koes bersaudara ini bertahan dalam rentang waktu yang lama.

Yon Koeswoyo (68)—salah satu dari dinasti musik Koeswoyo—kini bahkan masih aktif bermusik dan berpentas meski dengan anggota-anggota muda sekalipun di bawah nama Koes Plus Pembaruan....

”Saya masih segar lho,” ujar Yon Koeswoyo ketika menerima penghargaan ”The Immortals”. Selain masih melakukan rekaman, Yon Koeswoyo kini menjadi satu-satunya anggota Koes Plus tersisa yang masih aktif bermusik.

Mereka lainnya yang mendapat penghargaan ”legenda” adalah: Iwan Fals, almarhum Chrisye, Benyamin Suaeb, almarhum Ismail Marzuki, grup musik Slank, Guruh Soekarnoputra, grup God Bless, Titiek Puspa (satu-satunya perempuan), Bimbo, Bing Slamet, Rhoma Irama, Fariz RM, almarhum Gombloh, Ebiet G Ade, Gesang, almarhum Harry Roesli, almarhum Jack Lesmana, Achmad Albar, grup The Rollies, Eros Djarot, Yockie Suryoprayogo, Dewa19, Ahmad Dhani, dan musisi jazz Indra Lesmana.

”Memang, ada yang bertanya, mengapa musisi, seperti A Riyanto atau almarhum Sam Saimun, tak masuk dalam 25 (orang terpilih) kali ini, itulah namanya pilihan. Mungkin di pemilihan berikut, mereka akan masuk,” ujar pucuk pimpinan Rolling Stone, Andy F Noya.

Lain kepala, lain pula rambutnya. Lain orang, lain pula pendapat dan pilihannya. Jika diurut dan dipilih-pilih, mungkin akan menghasilkan 100, bahkan 200 pemusik legendaris Indonesia yang abadi di sanubari pendengarnya. Itulah namanya pilihan. (Dahono Fitrianto/Budi Suwarna)

Tidak ada komentar: