Senin, 15 September 2008

Kota Ramah Sepeda


tulisan dikutip dari:
http://www.kompas.com/read/xml/2008/09/15/01100025

Senin, 15 September 2008 | 01:10 WIB

Oleh NIRWONO JOGA

Jakarta harus segera mencari solusi yang dapat mengatasi kemacetan di hampir semua sudut jalan kota, sekaligus mengurangi pencemaran udara. Pertumbuhan kendaraan bermotor pribadi berbanding terbalik dengan penyediaan angkutan massal. Kota perlu perubahan alternatif baru.

Adakah solusi jitu mengurangi benang kusut kemacetan dan pencemaran udara berbiaya murah dengan teknologi sederhana, tetapi berdampak positif luas (low cost, low tech, high impact)?

Ada! Sediakan jalur pejalan kaki dan jalur pesepeda yang nyaman!

Dalam perencanaan kota, peruntukan lahan ruang terbangun, dan ruang terbuka hijau (RTH), sistem transportasi publik, sirkulasi pejalan kaki dan sepeda harus mampu bersinergi dengan baik. Pemerintah kota harus mengembangkan kawasan-kawasan kota yang mudah untuk dijelajahi dengan transportasi publik ramah lingkungan (bus trans, monorel, kereta api), bersepeda, dan berjalan kaki. Kawasan pejalan kaki dan sepeda sebagai ruang sosial dan jiwa kota yang sesungguhnya karena berjalan kaki dan bersepeda merupakan hak asasi manusia yang paling hakiki dalam budaya berkota dan beradab.

Ruang jalan yang didominasi kendaraan bermotor harus dikelola ulang menjadi ruang publik yang ramah lingkungan untuk berjalan kaki dan bersepeda. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kemacetan lalu lintas, pencemaran udara, dan isu pemanasan global membuat banyak penduduk kota dunia di Amerika Serikat, Kanada, Eropa Barat, dan Jepang beralih ke kendaraan nonmotor. Kendaraan ini diyakini lebih ramah lingkungan dan sehat, seperti bersepeda dan atau berjalan kaki.

Berjalan kaki dan bersepeda adalah salah satu jenis alat transportasi paling murah, sehat, dan ramah lingkungan. Warga didorong membiasakan diri berjalan kaki 15 menit atau bersepeda 15 menit-30 menit ke tempat tujuan sekitar yang letaknya tidak terlalu jauh. Ada lima keuntungan bersepeda ke tempat kerja, yakni berolahraga, menghemat energi, ikut melestarikan lingkungan, sehat, dan rekreasi. Budaya berjalan kaki dan bersepeda adalah penanda bagaimana modernisasi dan perkembangan kota dapat berjalan secara humanis.

Kota Amsterdam, Belanda, adalah kota ramah sepeda terbaik di dunia. Kota Boulder, Colorado, mempunyai hampir 500 kilometer jalan kota yang dilengkapi jalur khusus sepeda. Kota Curitiba (Brasil) dan Bogota (Kolombia) membangun jalur pejalan kaki dan pesepeda sejajar jalur koridior bus transkota. Kota Singapura menyediakan jalur pesepeda yang panjang dalam bentuk jejaring taman penghubung kota (urban park connector/UPC).

UPC berupa koridor jalur pedestrian dan jalur hijau kota (bantaran sungai, tepi rel kereta api, tepi pantai) dalam bentuk taman dan jalur hijau (untuk berjalan kaki dan bersepeda) yang terhubungkan satu sama lain secara berkesinambungan ke seluruh kawasan kota. Koridor dapat diperluas untuk menghubungkan tempat tujuan orang untuk bekerja, berekreasi, berganti moda transportasi dan berolahraga (bersepeda, joging) sehingga mengurangi penggunaan kendaraan bermotor/pribadi, memperbaiki perilaku dan kualitas masyarakat dalam budaya berkota.

Penataan jalur
Bagaimana dengan Jakarta? Untuk menstimulasi sosialisasi kampanye Jakarta kota ramah sepeda diperlukan penataan jalur pesepeda yang aman dari kendaraan bermotor, berdampingan atau bersinggungan dengan koridor bus transjakarta dan stasiun kereta api, bersebelahan atau bersatu dengan jalur pejalan kaki dan jarak tempuh relatif sedang.

Bagaimana membuat jalur sepeda dengan murah dan sederhana? Pada jalur pedestrian lebar lebih dari 2,5 meter. Lantai pedestrian cukup dicat (spotlight) simbol telapak kaki (sepatu) dan sepeda (pilih warna kuning, putih, atau oranye). Untuk jalur pedestrian dengan lebar kurang dari 2,5 meter, lantai dicat simbol telapak kaki dan membuat marka jalur sepeda di jalan aspal berupa simbol sepeda, garis lurus dan garis putus-putus (di setiap persimpangan). Di ujung jalan utama dipasang rambu jalur khusus pejalan kaki dan atau sepeda (gambar telapak sepatu dan sepeda) serta rambu larangan sepeda motor. Jadi di sini tidak memerlukan pekerjaan konstruksi berat.

Permukaan jalan yang dapat diakses oleh para pejalan kaki (termasuk orang cacat difabel, lansia, anak-anak). Kontinuitas fasilitas terhadap penyeberangan jalan dilengkapi dengan marka jalan, rambu dan lampu lalu lintas, pembatasan kecepatan kendaraan bermotor pada persimpangan, fasilitas pengamanan (bollard, pos pengatur lalu lintas, jalur pengaman, warning block, paving khusus untuk orang cacat), dan kenyamanan (pohon peneduh, bangku, tempat sampah, boks telepon, halte bus, papan informasi, dan ramp).

Ke depan, fasilitas yang diperlukan adalah parkir sepeda, tempat penyewaan sepeda, dan ekotoilet umum di terminal, halte perpindahan dan halte strategis bus transjakarta (dan monorel), stasiun kereta api, taman-taman strategis, gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan. Toko aksesori dan bengkel sepeda (tempat istirahat sejenak) disediakan di beberapa titik strategis jalur sepeda.

Kawasan mana yang memungkinkan sebagai proyek percontohan? Kawasan Menteng, Kebayoran Baru, Kuningan, CBD Sudirman, Pasar Baru-Lapangan Banteng-Monas, dan koridor Blok M-Kota.

Mengapa? Ruas jalan, jalur pedestrian, dan median jalur hijau cukup luas, teduh, dan sudah terkoneksi. Kawasan yang dicakup cukup besar dan strategis. Tidak perlu mengubah atau menambah fasilitas secara fisik yang bisa menimbulkan konflik dengan sarana yang sudah terbangun, dan tidak memerlukan subsidi besar.

Pengembangan jalur sepeda mempertimbangkan kawasan berpenduduk dengan populasi tinggi, sebagian di pinggir/luar kota, sebagian besar tempat bekerja terpusat di perkotaan, padatnya kendaraan bermotor/memenuhi ruas-ruas jalan, dan minimnya fasilitas jalur pejalan kaki sebagai jaring penghubung perjalanan manusia.

Penataan jalur sepeda perlu didukung oleh koordinasi yang baik antara dinas pertamanan dan unit-unit kerja terkait, seperti dinas perhubungan, dinas pekerjaan umum, dinas penerangan jalan umum, badan pengendalian dampak lingkungan hidup daerah, dinas pariwisata, dan wali kota, serta partisipasi masyarakat, terutama dari komunitas seperti Bike to Work (B2W), onthel tua, kereta api mania, masyarakat transjakarta sebagai pengguna jalur pejalan kaki dan sepeda.

Sinergi pembangunan transportasi massal terpadu yang ramah lingkungan, infrastruktur jalur pejalan kaki dan pesepeda yang nyaman, pembatasan pergerakan kendaraan pribadi, menyediakan ruang terbuka hijau yang luas, dan memperbanyak pohon kota akan membuat udara kota lebih bersih, segar, dan sehat. Oleh sebab itu, perlu suatu kebijakan gubernur, pemerintah daerah, dan DPRD yang luar biasa (political will) untuk dapat mewujudkan kota ramah sepeda terhadap kondisi yang sudah telanjur kongesti di Jakarta.

Kring-kring-kring, ada (jalur) sepeda....

NIRWONO JOGA Arsitek Lanskap

3 komentar:

Agam Fatchurrochman mengatakan...

Rata-rata kota di Eropa memang ramah sepeda. Saya biasa nyepeda pp 10 km dari rumah ke city via sungai yang menyediakan jalur sepeda dan jalan kaki. Sepeda pun boleh naik kereta api. Berbeda dengan Amerika yang mendewakan mobil bercc besar, mengabaikan pejalan kaki dan pesepeda.
Btw, waktu saya kelas 5 SD, saya dan teman saya Huda ingin sekali membuktikan kedewasaan dengan bersepeda dari rumah ke sekolah, kira-kira 20 km pp. Maka suatu pagi, saya memboncengkan adik, saya Dina, dengan sepeda jengki, bersama Huda yang naik bmx. Orang rumah tidak ada yang tahu, baru tahu setelah kami pulang....dimarahi tapi juga kami merasa heroik

haris fauzi mengatakan...

tolong bikinin jalur nyepeda bogor - karawang

heri sukani mengatakan...

Wah bagus neh untuk dunia yang makin panas